Jakarta (ANTARA News) - Pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri terutama Arab Saudi perlu dihentikan sementara mengingat banyaknya kasus kekerasan terhadpa mereka dan penghentian sementara itu untuk pembenahan secara komprehensif di dalam maupun di luar negeri. Demikian pernyataan Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI ketika menerima delegasi Migran Care di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin petang, yang juga dihadiri sejumlah keluarga korban kekerasan terhadap TKI, termasuk suami Ceriyati. Mereka diterima Sekretaris FKB DPR Anisyah Mahfud, Poksi XI FKB DPR Umar Wahid, Maria Ulfa dan Wakil Ketua FKB DPR Badriyah Fayumi. Keluarga korban kekerasan terhadap TKI menyampaikan keluhan dan kekecewaan kepada penyelenggara pengiriman TKI yang lepas tangan ketika ada kasus dihadapi TKI di luar negeri. Deden, salah satu keluarga TK yang meninggal di Arab Saudi mengungkapkan, proses pemulangan jenazah keluarganya sangat lamban, bahkan keluarga baru mengetahui dua bulan setelah salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. "Pemulangan jenazah juga sangat sulit. Kami sudah bosan dijanjikan," katanya yang dibenarkan oleh Hamid, keluarga almarhumah Siti Tarwiyah. Hamid mengemukakan, sejak 8 Agustus 2007 dirinya berada di Jakarta untuk mengurus kepulangan jenazah Siti Tarwiyah, namun sampai saat ini janji pemulangan yang diberikan pemerintah belum direalisasikan. Badriyah Fayumi mengemukakan, kasus-kasus kekerasan terhadap TKI masih terus terjadi dan pemerintah tidak bersikap tegas terhadap pemerintah negara lain. "Pemerintah terlalu banyak pertimbangan sehingga negara lain mempermainkan TKI," katanya. Anisah Mahfud mengemukakan, pemerintah perlu bertindak tegas dan menunjukkan keberanian melakukan tekanan kepada negara lain agar peroalan TKI tidak berlarut-larut. "Negara lain bersikap tegas dan tenaga kerjanya dihargai secara baik. Tidak ditindak secara semena-mena," katanya. Yang juga menjadi keprihatinan FKB adalah proses pemulangan jenazah ke Indonesia sangat sulit da prosesnya berbelit-belit. "Upaya yang dilakukan PKB sudah demikian banyak, tetapi pemerintah tidak bersikap tegas," katanya. Perhatian pemrintah, publik dan media massa terhadapkasus yang menimpa TKI juga dinilai kurang. Berbeda dengan kasus yang menimpa pejabat Indonesia yang sedang berada di luar negeri. "Ada gubernur yang mendapat perlakuan tidak sopan, semua pihak termasuk memberi dukungan dengan memberitakan secara luas," katanya. Perhatian seperti itu tidak dilakukan kepada korban dan keluarga TKI yang menderita akibat tindak kekerasan. kasus-kasus yang menimpa TKI sudah dianggap biasa saja. "Ini menunjukkan adanya diskriminasi. Ini sangat memprihatinkan, bahkan perlakuan terhadap TKI sudah mengarah kepada perbudakan," katanya. Dia mengemukakan, pemerintah perlu menunjukkan sikap tegasnya dengan melakukan "shock therapy" dengan menghentikan sementara pengiriman TKI ke Arab Saudi. "Pengiriman dihentikan sementara untuk TKI yang sama sekali baru. Yang sudah di luar negeri tetap diperhatikan perlindungannya karena mereka pahlawan devisa," katanya. Umar Wahid mengemukakan, Gus Dur memberi perhatian serius kepada TKI terutamamereka yang menjadi korban kekerasan. "Gus akan menerima korban kekerasan terhadap TKI sekaligus menyampaikan sikap di PBNU pada Selasa (25/9) petang terkait kekerasan terhadap TKI," katanya. "Persoalan TKI ini harus menajdi perhatan serius pemerintah dan pihak terkait karena peran TKI sangat besar memberi devisa kepada negara," kata Umar Wahid. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007