Manila (ANTARA News) - Lima pemberontak komunis hari Kamis tewas akibat baku tembak dengan pasukan pemerintah di kota di Filipina selatan, kata laporan tentara setempat. Dua tentara cedera dalam pertempuran, yang meletus saat tentara menghadapi sekelompok pemberontak di kota Loreto di provinsi Agusan Selatan, 900 kilometer selatan Manila. Baku tembak itu berlangsung lebih dari 30 menit sebelum pemberontak tersebut mundur dengan meninggalkan mayat rekan mereka. Tentara cedera itu segera diangkut lewat udara ke rumah sakit di kota terdekat, Davao. Pemberontak komunis memerangi pemerintah sejak ahir 1960-an, membuatnya satu dari gerakan pemberontakan kiri terlama di Asia. Presiden Filipina, Gloria Macapagal Arroyo, menyisihkan lebih dari 10 juta dolar Amerika Serikat (sekira Rp90 miliar) untuk membujuk anggota Tentara Rakyat Baru (NPA) menghentikan pemberontakan dan menganjurkan mereka melakukan usaha kecil atau bertani. Sejak ahir 1960-an, Filipina dilanda perlawanan kelompok Moro di selatan dan pemberontakan pimpinan Maois di seluruh kepulauan itu. Pemberontakan itu menewaskan lebih dari 160.000 orang dan menghambat pembangunan di negara tersebut. Tiga presiden sebelumnya berusaha mengahiri kemelut itu dengan menawarkan ampunan kepada semua pemberontak, termasuk tentara nakal, yang dituduh melakukan kejahatan politik. Arroyo tidak melanjutkan pengampunan itu ketika mulai berkuasa tahun 2001. NPA, yang memiiki 7.000 anggota, mendapat dukungan akibat jurang pemisah lebar antara kelompok kecil kaya negara itu dengan jutaan penduduk miskin di desa. Kelompok itu menyerang tentara dan polisi di tempat terpencil dan memeras uang perusahaan, yang bergerak dalam bidang perkayuan, pertambangan, bangunan dan perhubungan. Sebelum tawaran ampunan terahir berahir Agustus 2001, sekitar 2.600 pemberontak, termasuk 1.500 gerilyawan Maois, menantikan permohonan ampunan. Komandan tentara Pilipina utara, Letnan Kolonel Loreto Rirao, pekan lalu menyatakan NPA menderita kegawatan kepemimpinan sesudah Sison ditangkap dan kehilangan dukungan rakyat, karena warga desa sudah muak pada pemerasan oleh pemberontak itu. Pemberontak Komunis berseragam tentara menyerang pos polisi di Pilipina selatan, melukai dua petugas dan melarikan 18 senjata, kata pejabat hari Senin. Jaime Milla, kepala polisi daerah di Pulau Mindanao, menyatakan sekitar 100 pemberontak, beberapa di antaranya berseragam tentara, menyerang pos di kota Cantilan itu hari Minggu, saat empat polisi makan siang. "Mereka kalah jumlah dan senjata, tapi melawan beberapa menit," kata Milla. Ratusan tentara dikirim ke daerah itu, tapi pemberontak tersebut sudah lari dengan membawa 14 senapan serbu, tiga senapan, satu pistol, sejumlah tak diketahui peluru dan radio dua jalur serta perlengkapan kantor. Serangan hari Minggu itu merupakan yang ketiga dalam beberapa bulan terahir di selatan oleh NPA, yang melancarkan pemberontakan bersenjata di propinsi terpencil sejak ahir 1960-an. Wilayah Mindanao, Filipina selatan, juga miskin akibat perlawanan panjang Moro, yang menewaskan lebih dari 120.000 orang. Pemerintah pusat menginginkan kesepakatan perdamaian dengan kelompok terbesar perlawanan Moro, tapi perundingan dengan NPA mandek sejak 2004 sesudah Amerika Serikat dan negara Eropa menempatkan komunis dan pemimpinnya, Jose Maria Sison, di daftar hitam teror. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007