Jakarta (ANTARA News) - Penegak hukum seharusnya tidak ragu-ragu menghentikan kasus yang melibatkan kalangan pers apabila kasus tersebut tidak mempunyai cukup bukti, kata Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan A Samsan Nganro dalam diskusi di Jakarta, Kamis sore. "Jika ternyata kasus pers yang diadukan atau yang dilaporkan itu tidak cukup bukti untuk menyatakan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh media yang dilaporkan, maka penyidik atau penuntut umum harus berani menyetop atau jika perlu mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," papar Samsan Nganro. Dalam diskusi bertajuk "Mengkaji Ulang Politik Kriminalisasi Pers" yang diadakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Samsan menekankan agar penyidik atau penuntut umum menjadi tegas menangani kasus yang melibatkan media karena seringkali kasus tersebut kurang bukti atau menyalahi prosedur, misalnya penggugat tidak menggunakan hak jawabnya terlebih dahulu. "Jangan hanya orang-orang penting yang di-SP3-kan, kasus pers juga harus di-SP3-kan kalau memang tidak ada bukti cukup. Jangan asal diteruskan karena akan jadi preseden buruk," katanya. Samsan juga mengingatkan aparat penegak hukum terutama penyidik yang menerima pengaduan atau laporan tentang dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh media pers, hendaknya tidak semata-mata menggunakan pasal-pasal KUHP. "Tetapi perlu juga memerhatikan ketentuan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan pers," katanya. Menurut Samsan, meskipun Indonesia telah memiliki UU No.40/1999 tentang Pers, seringkali kasus yang melibatkan media diselesaikan menggunakan KUHP. Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Toriq Haddad juga menegaskan pentingnya penggunaan UU Pers No 40/1999 dalam penyelesaian kasus yang melibatkan pers. "UU No 40/1999 perlu ditegaskan sebagai `lex specialis` jadi seluruh penegak hukum, seluruh jaksa akan mengacu ke UU ini dalam menangani kasus dengan wartawan," katanya. Disebut Toriq dalam RUU KUHP ada 39 hingga 47 pasal pidana yang mengancam pekerjaan jurnalistik, bahkan berpotensi membuat wartawan kehilangan haknya untuk menjalankan profesi. Contoh pasal RUU KUHP yang potensial menjerat pers antara lain pasal 303 tentang penyadapan, seperti kasus yang sedang dialami salah seorang wartawan Tempo Metta Dharmasaputra yang telepon genggamnya disadap kepolisian karena dugaan terlibat dalam kasus penggelapan uang.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007