Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan, pemberian grasi kepada terpidana mati kasus Bom Bali 1 Amrozi harus mendengarkan pertimbangan Mahkamah Agung (MA). "Untuk kasus Amrozi, kita kembalikan dulu ke proses hukum yang sedang berjalan," katanya kepada wartawan di Istana Wapres, Jakarta. Ia mengatakan, Presiden akan mendengarkan lebih dulu pertimbangan MA untuk dapat meloloskan permohonan grasi seorang terpidana. "Jadi, ada proses dan mekanismenya," kata Kalla menekankan. Sebelumnya di tempat yang sama Jaksa Agung Hendarman Soepandji mengatakan, eksekusi terhadap terpidana mati Amrozi, belum akan dilakukan hingga ada kepastian terhadap proses pengajuan grasi yang diajukan tim penasehat hukumnya. "Yang bersangkutan kini kan tengah mengajukan grasi. Karena baru ditolak PK-nya. Grasi itu artinya, yang bersangkutan mengaku bersalah dan memohon ampun atas kesalahannya," ujarnya. Jika sudah ada ketetapan yang final terhadap PK dan grasi tesebut, maka eksekusi terhadap Amrozi baru dapat dilakukan, tambah Hendarman. Amrozi bersama Ali Imron, Ali Gufron alias Mukhlas (kakak Amrozi), dan Imam Samudra dituduh terlibat dalam peristiwa bom Bali I pada 12 Oktober 2002. Terpidana mati itu sempat akan dieksekusi pada 22 Agustus 2006, namun tertunda, karena kuasa hukumnya mengajukan PK dan PK itu akhirnya ditolak MA pada 30 Agustus 2007. Sementara itu, PK yang diajukan Ali Gufron alias Mukhlas (46) dan Abdul Azis alias Imam Samudera (38) belum diputuskan MA. Saat ini, istri Ali Gufron dan lima anaknya berada di Johor, Malaysia. Secara terpisah, pengacara TPM Fahmi H Bachmid SH MH mengatakan, pihaknya masih berencana mengajukan jalur hukum lain, yakni grasi atau PK tahap kedua. "Tapi, kalau putusan MA sudah final dan terpidana tidak mau mengurus grasi, maka penegak hukum wajib mengupayakan pertemuan Amrozi dengan keluarga untuk terakhir kalinya. Itu wajib," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007