Pariaman, (ANTARA News) - Meski usianya sudah 90 tahun, Nuraya masih aktif berkarya, menghias pakaian pengantin khas Minangkabau di kampungnya di Kota Pariaman, Sumatera Barat.

Perempuan penyulam tertua di Kota Pariaman itu kini sehari-hari bekerja memasang manik-manik pada baju pengantin. Ia hanya bisa melakukan pekerjaan itu pada siang hari karena penglihatannya sudah terbatas.

"Dari pada duduk tidak ada kegiatan, lebih baik saya beraktivitas yang menghasilkan," kata Nuraya pada Minggu di Desa Mangguang, Kecamatan Pariaman Utara, daerah sentra sulam di Pariaman.

Meski usianya sudah lanjut dan kemampuan fisiknya menurun, hasil karya Nuraya masih rapi dan indah, sehingga para pengusaha pakaian pengantin masih menggunakan jasanya.

Nuraya, yang memiliki delapan cucu dan sejumlah cicit, sekarang biasa menyelesaikan satu setel pakaian pengantin dalam waktu paling lama satu minggu.

Dia mendapat upah Rp85 ribu per setel pakaian pengantin yang dia selesaikan. Dan penghasilan dari menyulam sudah membawa dia ke Tanah Suci untuk berhaji.

Menurut cucu Nuraya, Lisnawati (51), neneknya bisa mengerjakan berbagai jenis sulaman, termasuk sulaman benang emas, kepala peniti, rendah bangku, kelambu mempelai dan seprai mempelai.

"Dulu sih banyak yang dihasilkan nenek, namun sekarang karena keterbatasan bisanya hanya memasang manik-manik," katanya.

Sulaman karya Nuraya sudah dipasarkan ke berbagai daerah termasuk Pariaman, Padang Pariaman, Padang, Medan, Jambi, bahkan kota-kota di Malaysia.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise juga menyaksikan karyanya saat meresmikan Rumah Lansia Sehat Sentosa di Kota Pariaman bulan Desember tahun lalu.

 

Pewarta: Miko Elfisha, Aadiaat MS
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019