Surabaya (ANTARA News) - Ketua MPR RI DR H Hidayat Nurwahid MA mengatakan pemerintah Indonesia harus lebih keras dalam menyikapi junta (pemerintahan diktator) militer di Myanmar yang telah membantai para biksu dalam aksi rakyat yang berlangsung damai. "Saya mengapresiasi sikap Indonesia yang sudah mengeritik dan mempermasalahkan kekerasan yang dilakukan junta militer, tapi Indonesia sebagai anggota tidak tetap di Dewan Keamanan PBB seharusnya bisa bersikap lebih keras lagi," katanya di Surabaya, Sabtu malam. Usai buka puasa bersama Lembaga Manajemen Infak (LMI) dengan Ketua MPR RI serta peluncurkan Rumah SEHATI (Sehat untuk Ibu dan Buah Hati) LMI, ia mengatakan sikap keras Indonesia antara lain dengan membawa aksi kekerasan junta militer Myanmar ke forum PBB. "Paling tidak, Indonesia dapat mendorong PBB untuk memberikan peringatan keras hingga embargo ekonomi, bahkan kalau perlu mengeluarkan Myanmar dari keanggotaan PBB. Sikap keras itu justru akan meningkatkan martabat Indonesia di mata internasional," katanya. Sikap tegas Indonesia, kata mantan Presiden PKS itu, akan menunjukkan adanya komitmen Indonesia dalam memperkuat praktek demokrasi yang anti kekerasan, apalagi Indonesia dipimpin seorang presiden yang mantan militer. "Kalau Indonesia bersikap keras, saya kira akan mendapat dukungan yang luas, sebab dunia saat ini memang bergerak ke arah demokrasi, perdamaian, dan menolak segala bentuk tindakan represif. Kalau hanya mengeritik, saya kira belum memadai," katanya. Oleh karena itu, ia berjanji akan menyampaikan desakan itu kepada presiden dalam Sahur Bersama antara MPR, presiden, wapres, DPR, DPD, dan sejumlah menteri serta tokoh masyarakat di rumah dinasnya pada 2 Oktober mendatang. "Saya kira, sikap tegas Indonesia tidak akan memperlemah posisi ASEAN, tapi justru akan meningkatkan peran ASEAN di pentas internasional. Saya yakin justru akan mendapat dukungan, apalagi kalau mau menekan Myanmar dari keanggotaan di ASEAN juga," katanya. Sebelumnya, Ketua DPR RI Agung Laksono juga meminta pemerintah Indonesia melakukan tekanan politik dan ekonomi terhadap pemerintah Myanmar untuk menyelamatkan rakyat Myanmar yang saat ini dalam kondisi sangat memprihatinkan. "Harus ada seruan internasional kalau perlu embargo ekonomi untuk rezim junta militer," katanya di gedung MPR/DPR, Jakarta (27/9). Pemerintah junta militer Myanmar bertindak kasar untuk membubarkan demonstrasi rakyat yang telah berlangsung 9 hari dengan mengerahkan polisi dan tentara untuk membubarkan aksi rakyat secara paksa, sehingga terjadi kericuhan di kawasan Pagoda Shwedagon di pusat Kota Yangoon yang mnenewaskan warga sipil, termasuk para biksu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007