Brisbane (ANTARA news) - Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer, mengatakan pihaknya tidak melobi Indonesia untuk menyelamatkan nyawa Amrozi bin H. Nurhasyim, Ali Ghufron, dan Imam Samudera, tiga terpidana mati kasus Bom Bali 2002 yang bertanggungjawab atas kematian 88 warga Australia itu. Dalam keterangan persnya di New York pekan ini, Menlu Downer menambahkan ia juga tidak terlalu bersedih dengan Amnesti International yang berupaya menyelamatkan mereka Amrozi Cs. "Walaupun benar bahwa kita (Australia) tidak mendukung hukuman mati, dalam kasus tertentu, ketiga orang ini bertanggungjawab terhadap tewasnya lebih 200 orang, termasuk 88 warga Australia, dan saya harus mengatakan kepada anda bahwa kemarahan orang terhadap mereka tidak mengenal batas," tegasnya. "Dan saya fikir seandainya mereka dieksekusi, mereka semua pun tahu bahwa di negara seperti Indonesia, sekiranya anda membunuh seseorang, mungkin membawa (anda) ke hukuman mati. Mereka (Amrozi Cs-red.) adalah warga negara Indonesia dan kami pasti tidak akan melakukan intervensi," sambung Downer. Dalam perkara hukuman mati Amrozi Cs, publik di Australia berada di persimpangan jalan. Di satu sisi Koalisi Partai Liberal-Nasional yang kini berkuasa maupun Partai Buruh Australia (ALP), secara resmi menentang hukuman mati. Namun di sisi lain negeri itu telah kehilangan 88 orang warganya sehingga terhadap kasus Bom Bali 2002, kedua kekuatan utama di Australia tampak mendukung penuh keputusan pengadilan Indonesia. Perdana Menteri John Howard termasuk pejabat pemerintah yang mendukung rakyatnya yang pro-hukuman mati bagi Amrozi Cs. Menjelang rencana eksekusi bagi Amrozi pada 22 Agustus 2006 namun akhirnya ditunda karena kuasa hukummya mengajukan peninjauan kembali (PK), yang belakangan ditolak MA pada 18 September 2007, PM Howard ikut meramaikan perdebatan publik di media massa negara itu. "Saya tahu banyak orang Australia yang percaya bahwa hukuman mati itu tepat dan mereka bukan barbar, bukan insensitif, bukan pula ingin membalas dendam atau menaruh dendam. Mereka adalah orang-orang yang percaya bahwa seandainya anda mengambil kehidupan orang lain, keadilan menuntut pengambilan atas hidup anda," kata Howard (The Age, 9/8/ 2003). Di mata sejumlah anggota keluarga dan sahabat para korban Bom Bali 2002, hukuman mati bagi Amrozi Cs pun sebagai sesuatu yang pantas karena bagi mereka "mata harus dibayar dengan mata. Danny Hanley, warga Australia yang kehilangan dua orang anak perempuannya dalam insiden di Bali itu, menegaskan sikap mereka yang pro-hukuman mati bagi Amrozi, terpidana yang suka senyum sehingga dijuluki media massa Australia sebagai "the smiling assassin" itu. "Itulah yang terpenting bagi kita. Amrozi membunuh lebih dari 200 orang, termasuk dua anak perempuan saya, Renae dan Simone. Dan dia hanya mendapatkan imbalannya: kematian," kata Hanley (The Age, 8/8/2003). Sebelumnya, Amnesti International Australia mengimbau Pemerintah Indonesia untuk menghentikan persiapan eksekusi terhadap Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera, serta mengganti hukuman mereka dengan "hukuman seumur hidup". Amnesti Internasional Australia mengatakan, selain meminta segala persiapan eksekusi terhadap ketiga terpidana itu segera dihentikan dan mengganti hukuman mati mereka dengan hukuman seumur hidup, pihaknya juga mengimbau Pemerintah Indonesia untuk menandatangani dan meratifikasi Protokol Opsi kedua untuk Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta berkomitmen menghapus hukuman mati. Organisasi itu juga mendesak Pemerintah Indonesia membeberkan informasi tentang jumlah tahanan yang berstatus hukuman mati, tanggal eksekusi, status permohonan PK, serta informasi tentang prosedur pemberitahuan kepada para tahanan dan anggota keluarga mereka. Sebelumnya pada 24 September lalu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Nurhadi, MA menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Imam Samudra dan Ali Ghufron alias Muklas. Dengan demikian, hukuman yang berlaku bagi keduanya adalah yang dijatuhkan pada tingkat kasasi, yaitu hukuman mati. Hukuman itu serupa dengan yang dijatuhkan kepada terpidana mati lainnya, Amrozi. Majelis Hakim yang diketuai oleh Iskandar Kamil dan beranggotakan Bahauddin Qoudry serta Kaimuddin Sale menolak permohonan PK Ali Ghufron pada 23 Agustus 2007. Permohonan PK Imam Samudra ditolak oleh Majelis Hakim yang diketuai Iskandar Kamil dan beranggotakan Djoko Sarwoko serta Moegihardjo pada 19 September 2007. Majelis Hakim yang sama pada 18 September 2007 juga menolak permohonan PK Amrozi. Menurut Amnesti International Australia, ketiga terpidana itu terancam dieksekusi regu tembak Polri jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak memberikan pengampunan. "Tampaknya pengampunan presiden ini sangat tidak mungkin diberikan karena menyangkut kepentingan internasional dalam upaya Indonesia menangani terorisme dan ketiga orang ini juga sebelumnya menyatakan bahwa mereka tidak akan memohon pengampunan presiden." Amnesti Internasional Australia mencatat, pada 2006, Indonesia sudah meratifikasi ICCPR yang menegaskan bahwa "setiap manusia berhak untuk hidup". Namun, pihak berwenang Indonesia tidak meratifikasi Protokol Opsi kedua ICCPR yang menghapus hukuman mati. Bagi Pemerintah Australia, ketiga terpidana mati kasus Bom Bali 2002 yang mencederai 209 orang dan menewaskan 202 orang lainnya, termasuk 88 warga negara Australia itu dinilai pantas mendapatkan hukuman tersebut kendati negara itu menghapus hukuman mati sejak lahirnya UU Penghapusan Hukuman Mati 1973. Orang terakhir yang dihukum mati di Australia adalah Ronald Ryan pada 1967, dan seluruh negara bagian kini telah meniadakan hukuman mati.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007