Tokyo (ANTARA News) - Myanmar melalui menteri luar negerinya meminta maaf kepada Jepang atas kematian wartawannya saat meliput aksi unjukrasa damai menentang pemerintah Myanmar, namun tidak mengakui penembakan yang menewaskan Kenji Nagai (50) dalam peristiwa tersebut. "Menlu Myanmar Nyan Win memang merespon protes Jepang yang disampaikan oleh Menlu Jepang Masahiko Komura, namun tidak mengakui penembakannya," kata pejabat kementerian luar negeri Jepang, seperti dikutip Asahi Shimbun di Tokyo, Senin. Perwakilan junta militer Myanmar membantah telah menembak Nagai hingga tewas di jalanan kota Yangon, saat kerusuhan massa meletup di ibukota Myanmar itu. Foto-foto dan tayangan di televisi mengenai kematian Nagai, wartawan foto dan jurnalis video dari Asian Press Front (APF News) terlihat dramatis. Nagai tetap saja membidikan kamera video kecilnya ke arah tentara Myanmar yang tengah memburu massa dengan menggunakan senapan. Sementara tubuhnya sendiri tergeletak bersimbah darah akibat peluru tajam yang menembus bagian dada wartawan kawakan APF News itu. Kedua menteri luar negeri itu bertemu di New York, usia mengikuti sidang umum PBB yang juga diikuti oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono. Jepang memang gusar atas Myanmar sampai-sampai membuat Jepang mempertimbangkan sanksi terhadap negara itu. Jepang sendiri saat ini tengah mengutus Wakil Menlunya ke Yangoon untuk meminta penjelasan resmi mengenai kematian wartawannya. Pengiriman pejabat tinggi Jepang itu guna memastikan penjelasan dari Myanmar sebelum sanksi diputuskan oleh Tokyo. Proses pemulangan jenasah Kenji Nagai juga sedang diselesaikan Aksi demonstrasi massa bermula ketika pemerintah junta militer menaikkan harga BBM hingga 500 persen. Aksi itu kemudian menjadi kerusuhan setelah ribuan biksu muda turun ke jalan ikut bergabung bersama rakyat menentang kebijakan yang dinilai semakin menindas rakyat tersebut. Polisi dan tentara kemudian menggunakan kekerasan dalam membubarkan massa termasuk memberangus para biksu tersebut, dan menutup akses internet. Kota Yangon sendiri saat ini berhasil dikuasai militer dan polisi Myanmar, namun kecaman dari komunitas internasional terus berdatangan. AS bahkan membekukan kekayaan pejabat militer Myanmar. Aksi massa juga berlangsung di Tokyo pada akhir pekan lalu. Sekitar 700 pengunjuk rasa melakukan demonstrasi di halaman kedutaan Myanmar di Tokyo.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007