Surabaya (ANTARA News) - Basori, sipir Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, terancam dipecat dari tempatnya bekerja lantaran diduga terkait dengan pembuatan dan peredaran narkotika dan bahan berbahaya (narkoba). "Kita akan mengikuti proses hukum yang ada, termasuk upaya banding dia, tapi kami juga memiliki proses hukum internal," kata Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Humas Kanwil Depkum dan HAM) Jawa Timur, Noor Prapto, kepada ANTARA News di Surabaya, Rabu. Ia mengemukakan hal itu ketika dikonfirmasi tentang vonis 10 bulan dari majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya (2/10) kepada sipir Medaeng terkait "laboratorium mini" SS di dalam Rutan. Menurut dia, pihaknya sudah mengusulkan pemberhentian Basori ke DepkumHAM RI di Jakarta, karena terpidana sudah dua kali menjadi "fasilitator" narkoba untuk narapidana (napi) di dalam Rutan Medaeng. "Itu berarti, dia tidak menyesal sama sekali untuk kasus yang sama, sehingga statusnya sudah fatal, karena itu kami menunggu persetujuan dari DepkumHAM RI untuk pemberhentian itu," katanya. Ia mengatakan, saat Basori melakukan kesalahan untuk pertama kalinya hanya diberi sanksi administrasi berupa penurunan gaji dan pangkatnya. "Tapi, perbuatannya sudah parah, sehingga kami mempertimbangkan sanksi administrasi yang lebih tegas berupa pemberhentian, tapi DepkumHAM RI yang berhak memutuskan," katanya. Namun, katanya, dirinya meyakini DepkumHAM RI akan memproses usulan itu, karena masyarakat sudah menunggu ketegasan dan komitmen pemerintah dalam memerangi narkoba. Dalam putusannya, majelis hakim PN Surabaya yang dipimpin Sudarmadji SH menjatuhkan vonis 10 bulan dan denda Rp500 ribu subsider tiga bulan kurungan. Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebesar satu tahun penjara untuk Basori yang tersangkut kasus narkoba bersama terdakwa Handoyo. Majelis menilai Bashori terbukti bersalah karena turut terlibat memproduksi psikotropika bersama Handoyo, sehingga dia melanggar pasal 60 ayat 1 huruf a juncto pasal 71 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Perbuatan itu dilakukan dengan cara memesan alkohol, HCL, minyak toluen, dan soda api kepada seseorang yang bernama Heru di luar Rutan, kemudian diberikan kepada Handoyo yang ada di dalam Rutan dengan imbalan Rp50 ribu hingga Rp200.000. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007