Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (DPP PGK) Bursah Zarnubi menilai Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang paling mendasar harus dijadikan diskursus yang berkelanjutan.

"Pancasila merupakan dasar falsafah negara Indonesia yang paling mendasar, dan bukan doktrin mati. Sebaliknya, ideologi Pancasila harus dijadikan diskursus berkelanjutan," kata Bursah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Hal tersebut disampaikannya dalam acara kuliah kebangsaan di kampus Universitas Muhammadiyah Tengerang, Rabu (27/2).

Bursah mengatakan Pancasila merupakan falsafah bangsa yang sudah disepakti para pendiri bangsa namun perdebatan di berbagai forum diskusi, seminar dan sarasehan, soal Pancasila belum juga berakhir.

Menurut dia, diskursus tentang Pancasila harus terus dibuka dan menjadi milik publik, karena hal itu bukan doktrin mati, tapi merupakan doktrin hidup, yang terbuka bagi eksponen bangsa untuk didiskusikan.

"Terutama sila kelima, sudah sejauh mana Pancasila berfungsi," ujarnya.

Dia menilai, setiap penguasa tidak boleh menggunakan Pancasila sebagai alat untuk "menggebuk" lawan politiknya.

Bursah menilai Pancasila tidak boleh mati karena Indonesia menganut azas demokrasi dan Pancasila memberikan fungsi demokrasi.

"Jadi kita harus terus mengeksplorasi Pancasila, menfungsikannya, terutama sila ke-2, 3, 4 dan ke-5 dapat hidup nyata di tengah-tengah masyarakat. Misalnya hidup bermusyawarah, hidup persatuan, berprikemanusiaan, ekonomi berkeadilan," ujarnya.

Menurut Bursah, eksponen anak bangsa harus terus menerus mendiskusikan dan menjadikan Pancasila dan UUD 45 secara sungguh-sungguh sebagai falsafah  yang hidup nyata serta diskursus yang terbuka tanpa mempertentanngkan kelas sosial masyarakat, antara yang kaya dan yang miskin.

Untuk itu, Bursah mendorong anak-anak bangsa meningkatkan literasi karena tingkat literasi Indonesia cukup rendah, berada pada nomor 60 seluruh dunia.

"Dari 1000 orang hanya 1 orang yang memiliki minat membaca buku. Itu pun durasi waktunya hanya 35 sampai 59 menit," katanya.

Padahal menurut dia, UNESCO mensyaratkan negara-negara Eropa yang maju, 4 jam membaca dan setiap orang memiliki sedikitnya 3 buku.

Saat ini menurut dia menjadi tantangan besar bagi Indonesia, bagaimana kita mau mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) kalau literasi Indonesia rendah.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019