Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh menepis anggapan Presiden Joko Widodo  anti Islam dan partai pendukungnya adalah partai pendukung penista agama dihadapan 105 ulama Aceh yang hadir di Kantor DPP Partai NasDem, Jakarta Pusat, Selasa. 
 
Sekitar 105 ulama dan pimpinan pondok pesantren dari Aceh itu menggelar silaturahmi ke Kantor DPP Partai NasDem sebelum memenuhi undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Istana Negara.
 
"Bahkan, dari fitnah yang dihembuskan, disebutkan bahwa jika Jokowi terpilih kembali maka akan ada larangan azan di rumah ibadah. Jadi bagaimana kita bisa menerima akal sehat kita. Sekarang pun beliau presiden, kapan melarang azan. Tetapi fitnah ini jalan terus," kata Surya. 
 
Ia mengingatkan, yang perlu diketahui masyarakat adalah adanya kekuatan yang sepakat agar Jokowi tidak terpilih lagi. 
 
Kondisi ini datang dari berbagai kekuatan yang mengatasnamakan umat Islam.   
 
"Mereka menganggap merekalah yang sejatinya umat Islam, yang menguasai seluruh masjid-masjid. Kita buktikan, kalau dia (Jokowi) tidak anti Islam," tegas Surya.

Dalam kesempatan itu, Surya mengakui, masalah utama dan serangan utama yang mampu ditujukan untuk bisa lebih meyakinkan setiap anggota masyarakat untuk tidak memilih Jokowi adalah dengan pendekatan meyakinkan masyarakat melalui upaya yang tidak terhormat.
 
"Fitnah, kebohongan. Itu upaya-upaya utama. Kalau upaya-upaya wajar, sebenarnya masyarakat diberikan kesempatan oleh KPU. Kita melihat debat yang ada di televisi misalnya. Ada dua kali debat, masyarakat bisa melihat visi, pikiran, dan kemampuan Jokowi," paparnya. 
 
Pada Pemilu kali ini, lanjut Surya Paloh, masyarakat Indonesia tampaknya diajak untuk menerima provokasi dan agitasi. 
 
"Masyarakat kita diajak untuk menerima provokasi dan agitasi. Jadi, berulang kali dikatakan di mana saja yang menjadi trending juga dikatakan bahwa Jokowi PKI," tuturnya. 
 
Padahal, lanjut dia, isu-isu tersebut sudah dibantah Jokowi, tetapi masih ada saja masyarakat yang memercayai dan menganggap isu-isu negatif tersebut sebagai sebuah kebenaran.
 
"Jokowi sudah membantahnya sudah lebih dari 77 kali, menurut saya. Bahkan kalau saya jadi Jokowi, sudah cukuplah 77 kali membantahnya. Jangan sampai 78 kali, tidak bagus. Kenapa demikian? Karena ini sudah tidak perlu lagi dibantah. Logikanya sudah jelas peristiwa PKI itu terjadi pada 1965. Usia Jokowi baru 5 tahun. Bagaimana balita PKI, itu tidak masuk akal," jelas Surya.
 
Ia menambahkan, bila masih ada masyarakat yang percaya isu-isu murahan tersebut, berarti memang sudah ada kelompok masyarakat yang kehilangan akal sehat dan hati nuraninya.
 
"Jadi kalau masyarakatnya masih mau menerima itu, ya kita mau bilang apa? Dia sudah tidak lagi datang dengan pendekatan akal sehat dan nurani dirinya," katanya. 
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019