Mamuju (ANTARA) - Ratusan pengungsi korban banjir Lingkungan Sama, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, terpaksa mendirikan tenda darurat secara swadaya setelah pemerintah setempat menghentikan masa tanggap darurat, pada Minggu (10/3).

Dari pantauan di lokasi pembangunan tenda darurat di Dusun Gentungan, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju pada Senin (11/3) sore, ratusan warga yang didominasi anak-anak dan perempuan terlihat memenuhi tenda darurat yang berjarak sekitar satu kilometer dari permukiman mereka di Lingkungan Sama.

Di kawasan yang terletak sekitar empat kilometer dari jalan poros antarprovinsi yang menghubungkan Provinsi Sulawesi Barat dengan Sulawesi Tengah itu, warga mendirikan tenda panjang kemudian menyekat menggunakan batang-batang kayu sebagai pembatas masing-masing Kepala Keluarga (KK).

Tenda yang sebagian besar bocor dan tidak memiliki dinding itu didirikan di atas lahan milik warga setempat dengan menggunakan alas seadanya.

"Warga mendirikan tenda disini karena tidak mau kembali ke rumah masing-masing setelah masa tanggap darurat berakhir sejak kemarin (Minggu)," kata Kepala Lingkungan Sama Basir, ditemui di posko darurat yang dibangun warga, Senin sore.

Ia mengatakan, ada 59 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 273 jiwa yang didominasi anak-anak dan perempuan mengungsi dari rumah-rumah mereka di Lingkungan Sama karena khawatir akan terjadi longsor, pascabanjir bandang menerjang kawasan itu, pada Kamis (28/2).

Pada saat banjir bandang tersebut, tambahnya, sebanyak lima rumah warga Kampung Sama hilang terseret air.

Kemudian, pascabanjir bandang tersebut, warga kembali panik setelah adanya retakan di kawasan perbukitan yang mengelilingi Lingkungan Sama.

Akhirnya, pada Kamis (7/3) warga Lingkungan Sama mengungsi di Kantor Lurah Bebanga Kecamatan Kalukku selama tiga hari.

"Memang, warga menginginkan bisa bertahan di Kantor Lurah Bebanga tetapi karena pemerintah sudah menetapkan akhir masa tanggap darurat sementara warga tidak berani kembali ke rumahnya sehingga mencari lahan untuk ditempati," ujarnya.

"Kami berharap, ada solusi dari pemerintah sebab sebagian besar pengungsi adalah anak-anak yang jumlahnya mencapai lebih 100 orang. Jadi, kami tidak tahu sampai kapan akan bertahan disini sebab untuk kembali ke Kampung Sama sudah tidak mungkin karena sudah tidak layak dan tidak aman didiami," terang Basir.

Ia menyatakan, warga tidak berani kembali ke rumahnya masing-masing di Lingkungan Sama karena kondisinya sangat membahayakan.

Kawasan itu, lanjutnya, dikelilingi perbukitan dan sungai sehingga setiap terjadi hujan, warga ketakutan karena khawatir terjadi longsor dan banjir.

"Banjir yang paling kami takutkan, apalagi saat ini ada retakan di perbukitan sehingga Lingkungan Sama sudah tidak aman lagi dihuni.Lingkungan Sama dikelilingi perbukitan dan sungai sehingga jika terjadi longsor atau banjir, tidak ada tempat berlindung atau mengungsi yang aman. Itulah alasan warga termasuk saya tidak berani kembali kesana," tutur Basir.

Kepala Lingkungan itu berharap, pemerintah mencarikan lahan yang aman dan tidak jauh dari Lingkungan Sama sebagai lokasi relokasi warga.

"Kami berharap bisa direlokasi tidak jauh dari lokasi Lingkungan Sama sebab kebun dan lahan pertanian sebagai satu-satunya sumber penghidupan masyarakat masih bisa dikelola. Hanya tempat bermukim yang sudah tidak layak di Lingkungan Sama," terang Basir. ***3***

Pewarta: Amirullah
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019