Jakarta (ANTARA) - Pemerintah berkomitmen menciptakan iklim bisnis yang kondusif dengan memberikan fasilitas fiskal dan kemudahan perizinan.

 

“Oleh karena itu, pemerintah semakin serius dan gencar mendorong kebijakan hilirisasi industri karena dinilai mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional yang signifikan,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

 

Menperin menegaskan, selama ini kebijakan hilirisasi industri telah memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian nasional mulai dari peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, hingga penerimaan devisa dari ekspor.

 

“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, hilirisasi perlu benar-benar digenjot. Sehingga kita tidak perlu lagi ekspor bahan baku mentah. Jadi, kita harus berani beralih, dengan mengirim barang dalam bentuk setengah jadi atau jadi,” paparnya.

 

Langkah strategis tersebut sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, yang bertujuan untuk merevitalisasi sektor manufaktur agar lebih berdaya saing global di era industri 4.0.

 

Untuk itu, pemerintah menekankan pentingnya melakukan transformasi ekonomi, yang menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur.

 

UNIDO mengemukakan, Indonesia termasuk dari 4 negara Asia yang memiliki nilai tambah sektor manufakturnya tertinggi di dunia. “Jadi, kita bersama China, Jepang, dan India,” imbuh Airlangga.

 

Nilai tambah industri nasional meningkat hingga 34 miliar dolar AS, dari tahun 2014 yang mencapai 202,82 miliar dolar AS dan tahun 2018 menjadi 236,69 miliar dolar AS.

 

“Kebijakan saat ini diarahkan pada pembangunan dan pemerataan ekonomi yang lebih inklusif dan berkualitas. Kami optimistis, itu bisa mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, serta meningkatkan lapangan kerja sebanyak-banyaknya,” tutur Airlangga.

 

Berdasarkan laporan Nikkei, indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) manufaktur Indonesia mengalami kenaikan, dari bulan Januari 2019 yang berada di level 49,9 menjadi di angka 50,1 di Februari. Level di atas 50 menandakan sektor manufaktur tengah ekspansif.

 

“Artinya, dari capaian tersebut, para investor di sektor industri melihat bahwa Indonesia telah mampu mengelola ekonomi melalui norma baru,” terangnya.

 

Norma baru yang dimaksud, adalah rata-rata negara industri di dunia saat ini mengalami kontribusi manufakturnya terhadap ekonomi hanya sebesar 17 persen.

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019