Jakarta (ANTARA News) - Perubahan surat dakwaan terhadap mantan Dirut Perum Bulog, Widjanarko Puspoyo, menjadi masalah dan bahan perdebatan antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan kuasa hukum Widjanarko. Tim JPU yang diketuai Yuni Daru Winarsih ketika membacakan tanggapan atas keberatan kuasa hukum Widjanarko di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis, menegaskan perubahan tidak menyalahi KUHAP. Menurut JPU, perubahan surat dakwaan halaman lima dan enam tidak mempengaruhi substansi dakwaan, karena perubahan hanya berupa perbaikan salah ketik. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan tanggal putusan kasasi terhadap rekanan Bulog dalam impor sapi Australia, Maulani Ghany. Pasal 144 KUHAP, menurut tim JPU, mengatur penyempurnaan surat dakwaan yang terkait dengan pemberatan hukuman untuk memperbaiki kesalahan formil dan materil dalam surat dakwaan. Dengan demikian, JPU menyatakan perubahan yang dilakukan tidak bertentangan dengan pasal tersebut karena hanya perbaikan salah ketik. Sementara itu, kuasa hukum Widjanarko Puspoyo, OC Kaligis dalam sidang sebelumnya menegaskan perubahan yang dilakukan JPU menyalahi pasal 144 KUHAP. Bahkan Kaligis menilai perubahan itu sangat fatal karena menyangkut waktu kejadian (tempus delicti). "Perubahannya menyangkut tempus delicti," katanya. Widjanarko Puspoyo diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara Rp11 miliar dalam impor sapi dari Australia tahun 2001 untuk pasokan Lebaran, Natal dan Tahun Baru yang dilakukan Bulog dengan PT Lintas Nusa Pratama (LNP) dan PT Surya Bumi Manunggal (SBM). PT LNP mendapat kontrak Rp5,7 miliar untuk pengadaan 1.200 sapi sementara PT SBM mendapat kontrak Rp4,9 miliar untuk 1.000 sapi. Namun pengadaan sapi itu tidak terwujud sebagaimana disebutkan dalam kontrak kerjasama walaupun telah dilakukan pembayaran. Dalam kasus impor tersebut, dari rekanan Bulog dari PT LNP, Maulany Ghany Aziz telah divonis 6 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp 5 miliar. Sementara rekanan dari PT SBM, Moeffreni dan Fahmi divonis 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan, dan harus membayar uang pengganti Rp 3,3 miliar ditanggung renteng. Widjanarko juga diduga menerima hadiah dalam pengadaan beras hasil kerjasama Bulog dengan Vietnam Southern Food Corporation pada 2001-2002. Vietnam Food diduga telah mengirimkan uang sekitar 1,5 juta dolar AS ke PT Tugu Dana Utama yang kemudian mengirimkan 1,2 juta dolar AS ke PT Arden Bridge Investment (ABI) milik adik Widjanarko, Widjokongko Puspoyo. Dari PT ABI, uang diduga mengalir ke Widjanarko, Endang Ernawati (istri Widjanarko), Winda Nindyati (putri sulung Widjanarko), dan Rinaldy Puspoyo (putra Widjanarko). Kemudian Widjanarko juga diduga melakukan korupsi dalam ekspor beras ke Afrika Selatan pada 2005, dengan perkiraan kerugian negara sekitar Rp76 miliar. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007