Jakarta (ANTARA News) - Mantan pejabat Perum Bulog, Tito Pranolo, Senin, divonis empat tahun penjara karena terbukti menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara dalam impor sapi dari Australia pada 2001. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Wahjono menyatakan, Tito terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur dalam pasal 3 UU 31 Tahun 1999 tantang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirumuskan dalam dakwaan subsider Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis juga mewajibkan Tito membayar denda senilai Rp50 juta subsider empat bulan kurungan dan menanggung biaya perkara sebesar Rp5 ribu. Majelis menilai Tito bersalah karena memerintahkan pencairan uang pengadaan sapi kepada rekanan Bulog, PT Lintas Nusa Pratama (LNP) dan PT Surya Bumi Manunggal (SBM), dengan alasan nilai sapi jaminan kedua rekanan telah sama dengan nilai kontrak. Belakangan, sapi jaminan tersebut tidak bisa diambilalih Bulog dan impor tidak berjalan sesuai rencana. "Maka unsur menguntungkan orang lain telah dipenuhi oleh terdakwa," kata hakim anggota Aswan Nurcahyo. Tito yang pernah menjabat Kepala Tim Monitoring Pengadaan Sapi juga dianggap menyalahgunakan kewenangan karena membuat verifikasi yang tidak sesuai keadaan sebenarnya. Majelis menilai Tito mengabaikan kenyataan bahwa PT SBM tidak kompeten dalam perdagangan ternak dan bahwa sapi yang didatangkan lebih sedikit dari perjanjian, serta kekurangan sapi tidak bisa ditutup menggunakan sapi jaminan. Selain itu, majelis menyatakan tidak ada kejelasan tentang kepemilikan sapi jaminan, sehingga menyulitkan Bulog untuk mengambil alih sapi tersebut ketika impor gagal. Perbuatan Tito dinilai telah merugikan keuangan negara karena operasional Bulog yang pada 2001 berstatus sebagai Lembaga Negara Non Departemen (LPND) masih menggunakan uang negara. Menanggapi hal itu, Tito Pranolo dan kuasa hukumnya menyatakan banding meski putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan tujuh tahun penjara yang disampaikan JPU. Kepada wartawan Tito menegaskan, dirinya seharusnya tidak didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Inti persidangan, katanya, adalah masalah kesalahan administrasi. "Korupsi adalah uang yang diambil, bukan administrasi yang salah," katanya. Dia juga menegaskan tidak pernah ada aliran dana kepada dirinya. "Saya tidak pernah melakukan korupsi," kata Tito menambahkan. Terkait perintah pencairan dana kepada rekanan, Tito menyatakan hal itu semata-mata kewajiban Bulog kepada rekanan seperti termuat dalam perjanjian. Tito juga bersedia diperiksa oleh instansi berwenang terkait dugaan aliran dana. Sebelumnya, JPU mendakwa Tito memerintahkan anggota tim monitoring untuk melakukan stok opname dan serah terima jaminan sapi potong dari PT Lintas Nusa Pratama (LNP) dan PT Surya Bumi Manunggal (SBM) serta menerima berita acara stok opname dan berita acara serah terima padahal ketua tim monitoring mengetahui bahwa isi berita acara itu tidak benar. Tito juga disebut menandatangani berita acara penyerahan sapi dari PT SBM dan PT LNP, dimana penyerahan itu dinilai fiktif karena tidak ada penyerahan sapi secara fisik. Tito ditunjuk sebagai Ketua Tim Monitoring tahun 2001 dalam proyek pengadaan daging sapi sehubungan dengan suplai daging dalam menghadapi sejumlah hari raya keagamaan pada tahun 2001. Dalam surat perintah Dirut Bulog, disebutkan tim bertugas melakukan monitor dengan memberlakukan syarat dan prosedur yang harus ditempuh calon rekanan penyedia daging sapi. Dalam pelaksanaannya, Bulog menggandeng perusahaan rekanan yaitu, PT Lintas Nusa Pratama (LNP) dan PT Surya Bumi Manunggal (SBM) yang masing-masing mendapat kontrak Rp5,7 miliar untuk pengadaan 1.183 sapi dan Rp4,9 miliar untuk 1.000 sapi. Disebutkan dalam dakwaan Jaksa, Tito telah membuat kajian yang tidak benar terhadap perusahaan yang mengajukan permohonan yaitu PT SBM dan PT LNP, yang menyatakan dua perusahaan itu seolah-olah telah memenuhi syarat dan prosedur sebagai pihak penyedia sapi potong. Menurut Jaksa, kedua perusahaan itu bergerak di perdagangan umum dan tidak memiliki tempat penggemukan sapi serta tidak berbadan hukum sebagaimana disyaratkan Tim Monitoring. Dalam kasus impor sapi tersebut, rekanan Bulog dari PT LNP, Maulany Ghany Aziz telah divonis enam tahun penjara, denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp5 miliar, sementara rekanan dari PT SBM, Moeffreni dan Fahmi divonis lima tahun penjara, denda Rp200 juta subsider enam bulan, dan harus membayar uang pengganti Rp3,3 miliar ditanggung renteng. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007