Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau umat Islam di Tanah Air agar jangan melakukan beragam tindakan anarkisme dan kekerasan kepada para pengikut aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah. "Kita harus sama-sama menyadarkan mereka, tetapi jangan anarkisme dan melakukan tindak kekerasan kepada pengikut aliran Al Qiyadah Al Islamiyah," kata Ketua MUI, Amidhan kepada wartawan dalam acara halal bi halal di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta, Senin malam. Ia mengatakan para pengikut aliran sesat tersebut agar dikumpulkan bukan untuk dipenjarakan, tetapi untuk dibina agar kembali ke ajaran Islam yang benar. "Pikiran mereka perlu diluruskan dan hati mereka perlu dibersihkan dari ajaran sesat ini," ujar dia. Namun, Amidhan menyerukan agar para pendiri atau pemimpin Al Qiyadah Al Islamiyah untuk ditindak dengan tegas oleh pemerintah karena telah melakukan penipuan kebohongan publik. Selain itu, ia juga berharap agar pemerintah dapat melakukan langkah-langkah yang antisipatif agar aliran tersebut tidak menyebar ke mana-mana. Untuk langkah yang kongkrit dari gerakan penyadaran terhadap pengikut aliran sesat itu, Amidhan menyerahkan hal tersebut kepada berbagai ormas Islam yang ada di Indonesia. "MUI itu bukan ormas tetapi sebagai lembaga yang memberikan bimbingan dan mengeluarkan fatwa. Sedangkan yang mengoperasionalkan dan mengkongkritisasi (langkah penyadaran) adalah ormas Islam, tetapi kita pesankan agar disadarkannya tidak perlu dengan kekerasan," katanya. Amidhan juga menyebutkan persetujuannya dengan langkah yang telah dilakukan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta agar keraguan tidak lagi meliputi warga masyarakat. Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah melarang dijalankannya aktivitas aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah di wilayah Ibukota Jakarta. "Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah dilarang di Jakarta karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam sesungguhnya," kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Harry Hermansyah. Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah didirikan Ahmad Moshaddeq. Dia mengaku pada 3 Juli 2006, setelah bertapa selama 40 hari 40 malam mendapat wahyu dari Allah sebagai Rasul menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW. Dalam ajarannya, pengikut aliran ini tidak diwajibkan melaksanakan shalat, ibadah puasa, dan menunaikan ibadah haji.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007