Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan harga minyak dunia yang mencapai angka 93 AS dolar per barel diyakini tidak akan mengganggu APBN 2007, jika konsumsi BBM bersubsidi tetap dapat terkontrol. "Insya Allah, angka 93 AS dolar per barel tidak akan pengaruhi subsidi BBM. Syaratnya jumlah konsumsi BBM bersubsidi harus terkontrol," kata Anggota Komisi VII DPR, Suharso Monoarfa, kepada ANTARA di Jakarta, Senin. Menurut Suharso, bahkan jika harga minyak menembus angka 100 AS dolar per barel sekalipun tidak akan mempengaruhi APBN saat ini, jika jumlah konsumsi BBM bersubsidi tidak meningkat. Dia memberi masukan agar penggunaan BBM bersubsidi khususnya premium hanya diperuntukan bagi transportasi umum, tidak untuk pengguna kendaraan pribadi termasuk motor. Kalau pun motor mendapatkan subsidi haruslah mereka yang digunakan sebagai angkutan umum, yakni para pengojek. Menurut dia, harga Premium dengan Pertamax saat ini tidak terpaut begitu jauh, karena itu tidak ada salahnya masyarakat, terutama yang menggunakan mobil pribadi menggunakan Pertamax. Selain lebih ramah lingkungan, penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dipastikan akan lebih ramah lingkungan. Sehubungan rencana peningkatan produksi kendaraan bermotor baik mobil maupun motor oleh produsen otomotif di Indonesia, dia mengatakan hendaknya Gaikindo selaku asosiasi otomotif di Indonesia dapat memberi solusi kepada para produsen otomotif untuk menggunakan mesin yang lebih ramah lingkungan, tidak hanya sekedar menaikkan jumlah produksi saja. "Mereka (Gaikindo) juga dapat menyarankan penggunaan bahan bakar yang tidak bersubsidi, sehingga tidak meningkatkan penggunaan BBM bersubsidi," ujar dia. Program konversi harus cepat Sementara itu, Pengamat Perminyakan, Kurtubi mengatakan meningkatnya harga minyak dunia yang saat ini telah menembus angka 93 AS dolar per barel tentu mempengaruhi APBN. Menurut dia, jika harga minyak tetap berada di atas kisaran harga 80 AS dolar per barel, maka hal tersebut akan sangat mengganggu APBN, apalagi dia memprediksi penggunaan BBM bersubsidi khususnya untuk PLN akan semakin meningkat. "Pembangkit listrik tenaga batubara kita tidak maksimal, karena itu pasti tetap akan menggunakan solar. Otomatis subsidi akan meningkat," ujar dia. Sementara itu, dia berpendapat, konsumsi BBM bersubsidi rumah tangga hanya menurun, tetapi jika konversi minyak tanah yang dilakukan pemerintah berjalan cepat dan baik. "Tapi kalau konversinya berjalan lambat seperti sekarang ini, tabung saja kurang, kompor saja kurang, ya susah untuk bisa turun konsumsi BBM subsidi rumah tangganya," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007