Jakarta (ANTARA News) - Alat bukti yang diajukan oleh Kejaksaan Agung dipermasalahkan oleh tim kuasa hukum Soeharto karena hanya berupa salinan (foto copy) dari salinan alat bukti asli. "Itu foto copy dari foto copy, jadi tidak ada yang aslinya," kata kuasa hukum Soeharto, Juan Felix Tampubolon setelah sidang gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar di Pengadilan Negeri Jakarta Selata, Selasa. Kejaksaan Agung mengajukan sekitar 11 alat bukti, yang antara lain terkait dengan aliran dana Yayasan Beasiswa Supersemar ke sejumlah bank dan perusahaan. Menurut Juan, seluruh bukti yang diserahkan tidak ada yang asli, dan hanya salinan serta foto copy. Juan menambahkan, hanya ada alat bukti salinan yang telah disesuaikan dengan aslinya, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978 tentang penggunaan laba bersih bank pemerintah. "Namun tandatangan tidak ada tanggalnya," katanya. Juan menegaskan, hukum acara perdata menyatakan bukti salinan dari salinan tidak memiliki kekuatan hukum. "Saya lihat ini perbuatan yang semrawut dan terburu-buru," kata Juan. Sementara itu, Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara Dachmer Munthe menegaskan bukti-bukti itu diajukan atas sepengetahuan pihak Yayasan Beasiswa Supersemar. Pihak dari Supersemar, katanya, juga akan dihadirkan sebagai saksi. Dachmer menegaskan, keterangan saksi adalah bukti yang memiliki kekuatan hukum. "Keterangan saksi yang menyatakan itu benar, sama kekuatannya," katanya. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang sekaligus diketuai Soeharto. Kejaksaan juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachmer Munthe, yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 KUHPerdata. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007