Kupang (ANTARA News) - Australia harus melindungi hak tradisional nelayan Indonesia yang mencari ikan dan biota laut lainnya di wilayah perairan Laut Timor, khususnya kawasan di sekitar gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) yang sudah ditetapkan berdasarkan Kotak Perjanjian (MoU Box) 1974 antara Indonesia dan Australia. Menurut pengamat hukum laut internasional dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Wilhelmus Wetan Songa SH. MHum, di Kupang, Kamis, Australia menutup kawasan "MoU Box" secara sepihak ketika menjadikan Pulau Pasir sebagai daerah cagar alamnya dan menetapkan kawasan penangkapan ikan yang tidak bisa dijangkau nelayan tradisional Indonesia. "Atas dasar situasi inilah yang membuat nelayan tradisional Indonesia tetap mencari ikan dan biota laut lainnya di sekitar Pulau Pasir, dengan risiko ditangkap dan dipenjarakan negara tersebut atas tunduhan melanggar wilayah perairan Australia secara ilegal," katanya. Sebelumnya, Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, dalam penjelasannya kepada pers di Kupang, Rabu (7/11), mengatakan Australia dan Indonesia sudah menyepakati batas-batas pengawasan dan pelaksanaan pengaturan perikanan sementara. Pengaturan ini, kata Farmer, dengan merujuk pada MoU tentang Operasi Nelayan Tradisional Indonesia di wilayah Zona Perikanan Eksklusif (ZPE) dan Lempeng Kontinental tahun 1974 atau lebih populer dengan sebutan "MoU Box". "Hukum di Australia membolehkan nelayan tradisional Indonesia memasuki perairan Australia, namun hanya di lokasi tertentu dan itu yang akan diinformasikan secara langsung kepada para nelayan di daerah ini (NTT). Saya yakin setelah para nelayan mengetahui batas-batas daerah tangkapan ikan itu, mereka akan mematuhinya," ujar Farmer. Ia menjelaskan Australia membolehkan kawasan tertentu di perairan Australia dimasuki nelayan Indonesia, namun harus yang dikategori tradisional, bukan perahu bermotor yang dilengkapi fasilitas canggih untuk menangkap ikan. Australia pada Juni 2006 lalu mengesahkan undang-undang yang mengizinkan diberlakukannya hukuman penjara hingga tiga tahun bagi nelayan liar yang tertangkap di wilayah perairan Australia, selain denda hingga Rp6,1 miliar. Menurut Wetan Songa, perubahan kawasan penangkapan ikan bagi nelayan tradisional Indonesia itu dilakukan secara sepihak oleh Australia dengan tidak melibatkan Indonesia, padahal MoU Box 1974 sudah mengatur secara jelas tentang hak-hak nelayan tradisional Indonesia. Masalah ini, kata dia, harus dirundingkan kembali oleh kedua negara agar kepentingan Australia tidak dengan mudah mengorbankan hak nelayan tradisional yang berlaku di seluruh dunia. "Kita harus membela kepentingan hak tradisional Indonesia, meski Australia secara sepihak sudah mengatur kawasan perikanan yang sama sekali tidak bisa dijangkau oleh nelayan tradisional Indonesia dengan tidak melibatkan Indonesia untuk membicarakannya secara bersama-sama," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007