Bandarlampung (ANTARA News) - Dari 746 bahasa daerah yang dikenal di Indonesia, hanya 13 bahasa daerah saja yang berada dalam kondisi "aman" karena masih memiliki penutur. "Hanya 13 bahasa daerah yang memiliki penutur cukup besar. Lebih 50 persen terancam punah," kata Kepala Bidang Pembinaan Pusat Pusat Bahasa Mustakim di sela Kongres Bahasa-Bahasa Daerah wilayah barat di Bandarlampung, Senin. Umumnya bahasa daerah di Indonesia saat ini berada dalam kondisi terancam punah, karena selain minim penutur, juga tidak ada lagi yang mengembangkan dan memperhatikannya. Berdasarkan hasil penelitian dan survei yang dilakukan Pusat Bahasa dan sejumlah lembaga lain, bahasa daerah di wilayah Sulawesi Utara (Bahasa Halmahera) penuturnya tinggal sekitar 40-an orang saja. "Itu pun sudah tergolong tua dan berumur dan hampir tidak ada anak-anak maupun generasi muda yang menggunakan bahasa daerahnya itu," ujar Mustakim. Oleh karena itu Pusat Pembinaan Bahasa gencar melakukan perlindungan bahasa daerah itu dengan berbagai cara agar tetap dan lestari. "Salah satu kriteria bahasa daerah yang eksis adalah penuturnya melebihi satu juta orang," ujar Mustakim. Bahasa daerah disebut "aman", selain memiliki penutur yang jelas, juga harus ada upaya untuk mengembangkan dan melestarikan serta memperluas penggunaannya kepada masyarakat di daerahnya. Mustakim menyebutkan, diantara bahasa daerah yang "aman" itu adalah Bahasa Jawa, Sunda, Batak, Minang, Bahasa Lampung serta beberapa bahasa daerah lainnya. Menurut dia, kepunahan bahasa daerah akan merugikan semua pihak, mengingat bahasa daerah adalah aset budaya daerah, nasional maupun dunia. Namun bahasa daerah yang berkemungkinan mengalami kepunahan itu, selain karena penuturnya minim, juga nyaris belum ada upaya kodifikasi dilakukan untuk membukukan dan mendokumentasikan aksara maupun tata bahasa daerah bersangkutan. Ia juga mengingatkan, kendati Bahasa Daerah Lampung dan belasan bahasa daerah lain, tergolong "aman", namun tetap harus diupayakan pengembangan dan penggunaan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk pergaulan dalam keluarga serta masyarakat daerah bersangkutan maupun secara lebih luas, agar tetap menjadi terpelihara dan lestari. Kongres Bahasa-Bahasa Daerah wilayah barat itu diselenggarakan selama dua hari, hingga Selasa (13/11), diikuti para ahli bahasa, peminat bahasa, pejabat, profesional, pendidik, mahasiswa, seniman dan sejumlah peminat bahasa lainnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007