Jakarta (ANTARA News) - Tersangka kasus penjualan dua tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina, Laksamana Sukardi, melalui kuasa hukumnya, Alamsyah Hanafiah, meminta produsen dan pembeli tanker Pertamina tersebut dihadirkan ke Kejaksaan Agung untuk dimintai keterangan. Setelah mendampingi kliennya dalam pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Senin malam, Alamsyah menegaskan kesaksian produsen dan pembeli tanker itu akan memperjelas duduk perkara dan akan meringankan beban Laksamana. Dua tanker VLCC Pertamina diproduksi oleh sebuah perusahaan Korea Selatan, Hyunday Heavy Industries, sedangkan pembelinya adalah sebuah perusahaan asing, Frontline Ltd. Selain menginginkan kehadiran Hyunday dan Frontline, pihak Laksamana juga mengusulkan pemanggilan konsultan penjualan tanker tersebut, yaitu Goldmans Sachs. Sebelumnya Laksamana menjelaskan, Pertamina tidak pernah menjual tanker, melainkan hanya menjual hak beli tanker tersebut. "Pertamina baru memiliki hak membeli. Yang dijual adalah hak membeli, bukan kapalnya," kata Laksamana yang pernah menjabat Komisaris Utama Pertamina. Laksamana menjelaskan, penjualan hak membeli itu pun tetap menyertakan persetujuan Hyundai Heavy Industries di Korea Selatan sebagai produsen. Hal itu dibenarkan Alamsyah. Dia menegaskan jual beli tersebut menganut hukum perdata internasional karena melibatkan dan seizin Hyundai. Kemudian, pihak Laksamana hendak menghadirkan sejumlah saksi yang meringankan. Salah satu dari saksi yang meringankan itu adalah mantan Menteri Keuangan Boediono. Boediono dianggap Laksamana mengetahui dan menyetujui penjualan tanker VLCC. Sejumlah ahli juga akan dihadirkan sebagai saksi yang meringankan Laksamana, antara lain ahli pidana, ahli perbankan, ahli keuangan, dan ahli korporasi. Menanggapi hal itu, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, M. Salim menyatakan tim penyidik akan meneliti dulu saksi meringankan yang diusulkan oleh Laksamana dan kuasa hukumnya. Pada dasarnya, kata Salim, tim penyidik akan memanggil para saksi yang diajukan, sebagai wujud penghargaan terhadap hak tersangka. "Tapi perkara hadir atau tidak, itu urusan lain," kata Salim. Kasus VLCC bermula pada 11 Juni 2004 ketika Direksi Pertamina bersama Komisaris Utama Pertamina menjual dua tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina nomor Hull 1540 dan 1541 yang masih dalam proses pembuatan di Korea Selatan. Penjualan kepada Frontline Ltd itu diduga tanpa persetujuan Menteri Keuangan. Hal itu dinilai bertentangan dengan pasal 12 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991. Kasus itu diperkirakan merugikan keuangan negara sekira 20 juta dolar AS. Namun demikian, Kejaksaan Agung masih menunggu perhitungan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007