Kupang (ANTARA News) - Permasalahan yang mencuat dalam pembangunan terminal lintas negara di Mota`ain, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, NTT sejak awal tahun 2007 lalu, terus berlarut-larut dan memengaruhi kelancaran pelaksanaan proyek tahap selanjutnya. Bupati Belu, Drs Joachim Lopez, mengemukakan hal itu kepada wartawan di Kupang, Senin, ketika dikonfirmasi tentang pembangunan terminal lintas negara di Mota`ain yang tersendat-sendat karena permasalahan letak bangunan terminal belum dituntaskan. Pembangunan terminal bus lintas negara di Mota`ain senilai Rp2,2 miliar yang dilaksanakan sejak awal tahun 2006 dinyatakan bermasalah ketika pada awal tahun 2007 Pemerintah Timor Leste menilai letak bangunan terminal dan bangunan lainnya melebihi garis batas wilayah RI. Fondasi pagar pembatas terminal bus lintas negara itu dianggap melebihi garis batas `approximate` (batas sementara) dan letak bangunan pos TNI serta gudang perbekalan juga melebihi batas negara. Tembok pembatas kawasan terminal di bagian tenggara dianggap menjorok sejauh tujuh meter dan di sebelah barat laut sejauh 15,1 meter ke wilayah Timor Leste, bangunan pos TNI dan gudang pada dua titik koordinat tertentu juga menjorok ke wilayah Timtim sejauh 2,13 meter dan 2,73 meter. Lopez mengatakan, kewenangan penyelesaian masalah garis batas negara itu berada di tingkat pusat sehingga pejabat Departemen Perhubungan yang akan menuntaskannya. Apalagi, permasalahan batas wilayah dalam pembangunan terminal Mota`ain itu mencuat karena kesalahan pemahaman. Saat bangunan terminal beserta pagar pembatas itu dibangun di awal tahun 2006, pihak-pihak terkait baik dari Indonesia maupun Timor Leste mengacu kepada batas negara versi lama. Ternyata, ada perubahan letak garis batas negara ketika bangunan terminal beserta pagar pembatasnya rampung. Sebagian bangunan pagar dianggap menjorok ke dalam wilayah Timor Leste. Di masa lalu, acuan batas wilayah NTT dan Timtim di Mota`ain adalah sungai kecil (kali), ketika dilakukan penentuan batas taktis menggunakan Global Position System (GPS) terjadi perubahan yang menunjukkan bahwa bagian tertentu bangunan milik Indonesia di empat titik itu telah berada di wilayah Timor Leste. "Semula Pemerintah Indonesia berencana membongkar bangunan yang dianggap menjorok ke wilayah Timor Leste, namun dibatalkan karena lokasi itu merupakan zona bebas sehingga memungkinkan untuk mempertahankan letak bangunan pagar dan bangunan lainnya itu," ujarnya. Lopez mengatakan pejabat terkait di Departemen Perhubungan masih menunda pembongkaran pagar pembatas terminal dan bangunan lainnya itu karena sedang menempuh upaya negosiasi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007