Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai praktek kepemilikan silang Temasek atas dua perusahaan telekomunikasi Indonesia telah merugikan konsumen seluler Rp14,8 triliun - Rp30,8 triliun selama periode 2003-2006. "Struktur kepemilikan silang kelompok usaha Temasek menyebabkan adanyan `price leadership` dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Telkomsel sebagai pemimpin pasar kemudian menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif," kata Ketua Majelis Komisi KPPU Syamsul Maarif, di Jakarta, Senin. KPPU menilai konsekuensi dari keuntungan yang eksesif yang dinikmati operator adalah konsumen mengalami kerugian. Meski KPPU menyatakan dirinya tidak berwenang menghukum Telkomsel dengan sanksi ganti rugi kepada konsumen, namun KPPU menyatakan Telkomsel harus menurunkan tarif layanan seluler sekurang-kurangnya 15 persen dari tarif yang berlaku saat ini (tanggal dibacakan putusan). Terkait dugaan kepemilikan silang Temasek di PT Telkomsel dan PT Indosat, KPPU menilai hal itu terjadi sejak divestasi Indosat pada 2002 yang dimenangkan oleh Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd (STT) yang sahamnya dikuasai 100 persen oleh Temasek. Padahal, sebelum divestasi dilakukan, Temasek melalui anak perusahaannya yang lain yaitu Singtel dan Singtel Mobile telah memiliki saham PT Telkomsel yang merupakan operator seluler terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, KPPU menilai Kelompok Usaha Temasek, secara tidak langsung, telah menguasai pasar seluler Indonesia dengan menguasai Telkomsel dan Indosat secara tidak langsung pula. Hal itu, menurut KPPU, terbukti dengan terjadinya peningkatan pangsa pasar Telkomsel dan Indosat secara bersama-sama sejak terjadinya struktur kepemilikan silang itu. Pangsa pasar Telkomsel dan Indosat secara bersama-sama sejak 2003-2006, menurut KPPU, sebesar 89,61 persen. Kepemilikan silang Temasek di Telkomsel dan Indosat itu telah menyebabkan perkembangan Indosat melambat dan tidak efektif dalam bersaing dengan Telkomsel. Pertumbuhan Indosat yang melambat itu ditandai dengan pertumbuhan BTS yang relatif menurun dibanding Telkomsel dan XL yang merupakan dua operator besar lainnya di Indonesia. "Pasar industri seluler Indonesia tidak kompetitif,"ujar Syamsul. KPPU menyatakan dalam kasus ini terdapat 10 pihak terlapor yaitu Temasek Holdings Pte Ltd (terlapor I), Singapore echnologies Telemedia Pte Ltd (terlapor II), STT Communications Ltd (terlapor III), Asia Mobile Holdings Company Pte Ltd (terlapor IV), Asia Mobile Holdings Pte Ltd (terlapor V), Indonesia Communications Ltd (terlapor VI). Selain itu, Indonesia Communications Pte LTd (terlapor VII), Singapore Telecommunications Pte Ltd (terlapor VIII), Singapore Telecom Pte Ltd (terlapor IX) dan juga adanya dugaan pelanggaran pasal 17 dan pasal 25 ayat 1 huruf b UU No.5/1999 yang dilakukan oleh PT Telekomunikasi Seluler (terlapor X). KPPU menyatakan 10 terlapor tersebut harus membayar denda Rp25 miliar masing-masing kepada pemerintah. Sembilan terlapor harus melepaskan seluruh kepemilikan saham di salah satu perusahaan yaitu Indosat atau Telkomsel dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap. Sembilan terlapor harus juga diharuskan melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada perusahaan yang sahamnya dilepas tersebut. Pelepasan saham dilakukan dengan cara masing-masing pembeli dibatasi pembeliannya lima persen dari total saham yang dilepas. Syamsul mengatakan batasan 5 persen itu sangat penting agar saham tidak dimiliki secara mayoritas. Pembeli tidak boleh berasosiasi dengan Grup Temasek Holding ataupun pembeli lain dalam bentuk apapun.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007