Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR, Suharso Monoarfa, di Jakarta, Senin, menyatakan Indonesia harus memperkuat posisinya kembali sebagai pemimpin ASEAN, jangan mudah didikte pihak lain. "Kita memiliki `magnitude` ekonomi yang besar. Di ASEAN, total GDP kita adalah yang terbesar. Dibanding dengan Singapura, mereka itu tidak ada apa-apanya," tegasnya kepada ANTARA. Ia mengemukakan hal itu menanggapi desakan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Long, agar negara anggota ASEAN bekerja sama meningkatkan integrasi ekonomi, guna merespon kemajuan yang dicapai Cina dan India. Ajakannya itu dilontarkan sehari sebelum pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-13 para pemimpin negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa se-Asia Tenggara (ASEAN) yang berlangsung di Singapura, 19-22 November 2007. KTT ASEAN yang mulai hari ini berlangsung di Singapura, juga diselenggarakan berkenaan dengan HUT ke-40 organisasi negara-negara kawasan Asia Tenggara ini, dan dihadiri para pemimpin pemerintahan, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Suharso Monoarfa juga menanggapi tegas beberapa pernilaian oleh para pengamat yang mempertanyakan ajakan Singapura di atas, apakah dilakukan secara tulus (untuk kepentingan bersama ASEAN), atau itu merupakan upaya bulus memperkokoh diri Singapura sebagai sentrum dan sekaligus pemimpin ekonomi ASEAN. "Ingat, selain `magnitude` ekonomi kita yang terbesar, antara lain ditunjukkan oleh besaran `Gross Domestic Bruto` (GDP), Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN. Kitalah juga yang paling kaya akan komoditas, kita pemilik komoditas. Kita harus berdaulat atas semua itu, dan dengan demikian bisa memainkan peran besar dalam konteks ASEAN," tandasnya. Yang jadi problem, kata anggota legislatif dari daerah pemilihan Provinsi Gorontalo ini, ialah kita belum punya sistem dan juga `market` seperti dimiliki oleh Singapura. "Mereka sudah punya sistem, dan dia punya `market`. `Market` dunia dia dapat dengan melakukan penetrasi yang berproses lama. Ya, karena dia memang negara pedagang. Dia harus membeli barang dan menjualnya, agar ada untung dan memberi kehidupan kepada negaranya," ujar Suharso Monoarfa. Jangan mau didikte Berbeda dengan Singapura yang berperilaku demikian, menurut Suharso Monoarfa, Indonesia harus punya ciri khusus. "Kita ini negara produsen. Negara `maker` atau pembuat komoditas, tetapi sekaligus negara konsumen terbesar di ASEAN. Makanya, Indonesia jangan ikut-ikutan seperti Singapura jadi negara pedagang. Untuk hal-hal tertentu boleh, kita langsung tembus penetrasi pasar dunia, agar tidak `dimakan` 100 persen keuntungan `margin` oleh mereka," tambahnya. Memperkuat kualitas SDM, sistem produksi yang efisien dan didukung teknologi maju, serta kemampuan memobilisasi potensi alam secara pro lingkungan, menurut Suharso Monoarfa, merupakan keunggulan Indonesia. "Kita konsentrasi sebagai negara produsen, dan ini memang masih yang terbesar di ASEAN. Tetapi juga sekaligus negara dengan potensi konsumen (jumlah penduduk) terbesar di kawasan ini. Ini semua keunggulan kita, dan karenanya jangan mau didikte siapa pun, termasuk apalagi Singapura," tegasnya. Kemudian yang juga perlu dipikirkan, menurut Suharso Monoarfa, Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam sebagai sesama negara penghasil minyak, perlu mengontrol energi serta mineral itu bagi kepentingan masing-masing maupun memperkuat daya saing kawasan. (*)

Copyright © ANTARA 2007