Palu (ANTARA) - Ketua KPU Sulawesi Tengah Tanwir Lamaming berpendapat  pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya perlu mempertimbangkan ulang penyelenggaraan pemilu serentak seperti yang dilaksanakan tahun 2019 ini.

"Saya kira harus dipertimbangkan kembali. Saya ini sudah cukup lama menjadi penyelenggara pemilu dan pilkada, baru kali ini saya merasa pemilu cukup berat," katanya saat dihubungi melalui telepon di Palu, Selasa.

Pemilu kali ini, kata mantan Ketua KPU Morowali itu, cukup kompleks masalahnya, terutama terkait dengan sumber daya manusia di tingkat tempat pemungutan suara (TPS).

"Sulit sekali untuk menemukan anggota KPPS yang memiliki kapabilitas khususnya di daerah-daerah terpencil," ujarnya.

Akibatnya, di Sulteng yang paling banyak TPS-nya  direkomendasikan oleh Bawaslu untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU), dan ada pula pemungutan suara lanjutan (PSL) karena kehabisan surat suara.

Menurut catata Bawaslu Sulteng, hingga Selasa (23/4), sudah direkomendasikan 47 TPS se-Sulteng  menyelenggarakan PSU.

Pelanggaran terbanyak sehingga harus ada PSU adalah karena KPPS memberikan kesempatan kepada pemilih dari luar daerah TPS bersangkutan untuk mencoblos tanpa membawa formulir A-5 yang diterbitkan KPU.

"Padahal sudah ada buku petunjuk bahwa pemegang KTP elektronik dari luar daerah hanya bisa mencoblos bila memiliki A-5. Daftar Pemilih Khusus (DPK) itu hanyalah pemegang KTP elektronik di wilayah KPPS bersangkutan. Aturan ini jelas dalam buku petunjuk, dan bukunya juga di bawa saat di TPS. Mereka (KPPS) juga sudah ikut bimtek, tapi masih melakukan kesalahan," ujar Tanwir.

Ia juga mengakui bahwa KPPS dalam Pemilu 2019 ini bekerja di bawah tekanan yang cukup berat, baik tekanan waktu karena berbagai keterlambatan dalam distribusi logistik dan undangan memilih, maupun tekanan volume pekerjaan yang besar karena harus bekerja tanpa istirahat sampai semua proses selesai.

"Tidak heran kalau banyak yang sakit bahkan ada yang meninggal dunia," katanya.

Di Sulteng sendiri, kata Tanwir, sampai saat ini tercatat 84 anggota KPPS yang sakit dan harus dirawat di rumah sakit, satu di antaranya meninggal dunia setelah dua hari dirawat.

Korban meninggal itu adalah anggota KPPS di TPS 42 Kelurahan Buluri, Kecamatan Palu Barat. Saat hari 'H' pencoblosan, yang bersangkutan sempat pulang ke rumah untuk istirahat, namun kemudian kembali lagi ke TPS. Namun beberapa jam berikutnya ia mengeluh sakit di dada sehingga dilarikan ke rumah sakit, dan dua hari kemudian mengembuskan nafas yang terakhir.

"Kami masih menunggu bantuan dana sosial dari KPU pusat untuk menyantuni mereka," ujarnya dengan menyebut bahwa para anggopta KPPS itu adalah pahlawan bangsa.

Pewarta: Rolex Malaha
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019