Jakarta (ANTARA News) - Tiga perempat atau 75-80 persen bencana alam di bumi merupakan bencana yang terkait dengan iklim, seperti banjir, badai, penyakit, kekeringan, hingga longsor, kata Peneliti Senior pada Center for International Forestry Research (Cifor) Daniel Mudiyarso. "Dari grafik jumlah bencana alam yang tercatat sejak 1900 hingga 2003, bencana yang bersifat `hydro-meteorological` melonjak tajam pada dekade terakhir, jauh dibanding bencana biological yang naik namun sedikit atau bencana geological yang konstan," kata Daniel di depan lebih dari 600 ilmuwan yang menghadiri Kongres Ilmu Pengetahuan (Kipnas) IX di Jakarta, Rabu. Sebanyak 33 persen bencana, ujarnya, merupakan bencana banjir, disusul badai 23 persen, kekeringan 15,2 persen, penyakit 15,2 persen, juga longsor 4,5 persen. Bencana gempa dan tsunami yang tak ada kaitannya dengan iklim hanya tujuh persen. Kerugian akibat bencana alam tercatat mencapai 140 miliar dollar AS pada 2004, tambahnya. Peningkatan frekuensi bencana alam yang tajam, katanya, baru terjadi pada sekitar tahun 1990-an yakni mencapai 2.800 kejadian per dekade, sementara pada 1940-an hanya sekitar 100 kejadian per dekade. "Dampak perubahan iklim terhadap kehidupan sosial ekonomi manusia sudah tak terbantahkan lagi. Karena itu Indonesia sebagai negara yang rawan bencana dengan kapasitas adaptasi yang rendah perlu mempersiapkan diri," katanya. Ia menambahkan, sebagai negara kepulauan, pulau-pulau Indonesia juga sangat rentan tenggelam, khususnya terkait prediksi yang menunjukkan pemanasan atmosfer dan lautan telah menyebabkan pencairan es kutub serta meningkatkan tinggi muka laut. Penyebabnya sejak 1970 emisi gas rumah kaca (GRK) telah meningkat 70 persen dan konsentrasinya sekarang menjadi 350 ppmv, atau telah melampaui variasi perubahan alamiah selama 650 ribu tahun terakhir. Dalam satu abad ke depan peningkatan suhu rata-rata global akan mencapai 1,1-6,4 derajat Celcius dan tinggi muka laut 18-59 cm, ujarnya. Sementara itu, Pakar Lingkungan Prof Dr Emil Salim, kembali menegaskan perlunya keseriusan Indonesia dalam KTT Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) yang akan diselenggarakan pada Desember 2007, berhubung Indonesia sangat berkepentingan dengan dampak perubahan iklim. Pada KTT Perubahan Iklim tersebut tim negosiasi Indonesia terdiri dari antara lain Kementerian Lingkungan Hidup, Deplu, Depkeu, Kementerian Koordinator Kesra yang masing-masing diwakili 12 orang. "Ajang di Bali ini mengagendakan sejumlah pembahasan seperti adaptasi, mitigasi, transfer teknologi hingga pendanaan yang akan berlanjut pada pertemuan berikutnya di Polandia dan Denmark," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007