Jakarta (ANTARA News) - Ekspor produk kertas Indonesia ke Amerika Serikat (AS) akan kembali normal setelah Otoritas Perdagangan Internasional AS (The US International Trade Commission/US-ITC) mencabut rencana pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) maupun bea masuk imbalan terhadap produk "Coated Free Sheet Paper" (CFSP/kertas berlapis) dari Indonesia. "Kita mau kembali pada tingkat ekspor kita sebelum kasus ini muncul, yaitu 5.000 ton per bulan. Dalam lima bulan terakhir kami tidak ekspor apapun," kata Wakil Direktur Corporate Sales and Marketing Asia Pulp and Paper Co. Ltd. (APP), Arvind Gupta, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, sejak Mei (2007) pihaknya sudah tidak melakukan ekspor ke AS karena semua pembeli menghentikan impor (CFSP) dari Indonesia sejak pengenaan BMAD Sementara (BMADS) mulai Februari 2007. "Jadi, kami kehilangan ekspor 5.000 ton per bulan, sejak 3 bulan BMADS diterapkan," ujarnya. Sejak bulan November 2006, pemerintah AS melalui otoritas penyelidikan dumping dan subsidinya, yaitu the US Department of Commerce-International Trade Administration (US DOC-ITA), menginvestigasi tuduhan dumping dan subsidi terhadap impor produk CFSP asal Indonesia, China dan Korea. Selama penyelidikan berlangsung, pemerintah AS menerapkan BMADS yang menurut Gupta dibebankan pada importir AS berupa jaminan uang di bank. Kemudian, pada tanggal 17 Oktober 2007, US DOC-ITA dalam putusan akhirnya menyimpulkan bahwa tuduhan dumping (menjual dengan harga lebih murah dari harga di negara eksportir) maupun subsidi untuk CFSP dari Indonesia terbukti positif. Untuk itu, US DOC-ITA menetapkan besaran bea masuk antidumping bagi eksportir CFSP Indonesia sebesar 8,63 persen untuk PT Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli (dua anak perusahaan APP) serta bea masuk imbalan sebesar 22,48 persen. Namun, hasil voting US-ITC (lima dari enam Komisioner) telah menyatakan bahwa pihak petisioner di AS, yaitu New Page Corporation, tidak mengalami kerugian materil (material injury) ataupun ancaman kerugian materil (threatened material injury) akibat impor dari tiga negara yang dituduh. Oleh karena itu, pengenaan BMAD yang diajukan US DOC-ITA dibatalkan dan tuduhan praktek dumping serta subsidi kepada Indonesia, Cina dan Korea, dicabut. "Kami bermain dengan jujur, bahan baku ada di Indonesia, begitu pula tenaga kerjanya, makanya kami bisa efisien. Itu kelebihan kami, dan kami tidak melakukan perdagangan yang tidak adil (dumping). Lagipula, ekspor Indonesia ke AS masih sangat kecil dibanding total pangsa pasar kertas di negara itu," jelas Gupta. Setelah ekspor CFSP, perusahaannya kembali normal, lanjut Gupta, pihaknya baru akan memikirkan pengembangan pasar ekspor di AS. Direktur Pengamanan Perdagangan, Departemen Perdagangan, Martua Sihombing, mengatakan putusan US-ITC yang dikeluarkan 20 November 2007 itu artinya Indonesia dapat terus meningkatkan ekspor produk CFSP ke AS. Namun, upaya peningkatan ekspor itu harus dilakukan dengan hati-hati agar di kemudian hari tidak dikenakan tuduhan yang sama mengingat dalam investigasinya US DOC-ITA telah membuktikan adanya unsur dumping dan subsidi. Ekspor produk CFSP Indonesia ke AS pada tahun 2004 mencapai nilai 22,93 juta dolar AS dan pada tahun 2006 melonjak menjadi 40,64 juta dolar AS.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007