Jakarta (ANTARA News) - Ekspor produk kertas ke Korea Selatan menurun sebesar 70 persen sejak 2002 akibat pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang dikenakan terhadap 16 jenis produk yang diekspor ke negara ginseng itu. "Seharusnya ekspor bisa meningkat sejak 2002, tapi karena kasus itu maka pangsa pasar kami turun 70 persen," kata Wakil Direktur Corporate Sales and Marketing Asia Pulp and Paper Co. Ltd. (APP), Arvind Gupta, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, ekspor kertas perusahaan yang membawahi tiga pabrik kertas besar Indonesia (PT Indah Kiat Pulp and Paper, PT Pindo Deli, dan PT Tjiwi Kimia) ke Korea Selatan biasanya mencapai 15ribu ton per bulan. Produk kertas yang dikenakan BMAD sebesar 2,8 persen dan 38,22 persen itu antara lain jenis kertas berlapis (glossy paper) dan tidak berlapis yang digunakan untuk menulis, mencetak, dan tujuan grafis lainnya serta kertas karbon. Sebenarnya, Badan Penyelesaian Sengketa WTO (DSB) menyatakan Korea salah dalam menghitung margin dumping serta dalam melakukan penyelidikan. Untuk itu, Korea seharusnya mencabut pengenaan BMAD terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia. Namun, Korea belum melaksanakan putusan DSB itu. Pemerintah Indonesia dan eksportir mendesak Korea untuk segera mencabut BMAD terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia. "Kita telah menang dan Korea harus implementasi putusan WTO, tapi belum dilakukan. Kami harap mereka segera implementasikan putusan WTO," ujar Gupta. Sementara itu, pemerintah Korea Selatan juga sedang menyiapkan tuduhan dumping baru terhadap kantong semen dari beberapa negara termasuk Indonesia.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007