Jakarta (ANTARA News) - Badan Karantina Pertanian melakukan pencegahan-tangkal (cekal) terhadap 10.000 bibit tanaman hias Acerola dari Brazil yang rencananya akan dimasukkan ke Jawa Timur dari Bandar Udara (Bandara) Juanda di Surabaya. Kepala Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Departemen Pertanian, Suwanda, di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa bibit tanaman hias yang diimpor PT Sekar Bumi Tbk tersebut dikuatirkan menjadi media pembawa penyakit hawar daun karet dari Amerika Selatan ke wilayah Indonesia. "Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Nomor 861 tahun 1989, pemasukan bibit tanaman karet maupun bibit tanaman bukan karet dari daerah endemi SALB (South American Leaf Blight) pada dasarnya dilarang," katanya. Dikatakannya, tanaman Acerola mendapatkan izin impor dari Ditjen Hortikultura dengan surat Nomor 529/HK.320/D/X/2007 tertanggal 8 Oktober 2007 yang mana dalam surat izin impor tersebut terdapat klausul harus memenuhi persyaratan karantina. Suwanda mengatakan, Amerika Selatan merupakan kawasan negara yang pernah mengalami kerugian besar akibat perkebunan karet di negara tersebut terserang penyakit SLAB atau hawar daun. Penyebaran penyakit tumbuhan yang disebabkan cendawan "Microcylus Ulei" yang menyerang tanaman karet tersebut dari Amerika Tengah hingga Amerika Selatan yang mana penyakit tersebut sangat ditakuti dan dilarang masuk ke wilayah Asia dan Afrika. Menurut dia, Brazil dulu merupakan asal usul karet namun sekarang kalah dengan Indonesia dan Malaysia bahkan pabrik ban Good Year tidak lagi jalan karena kekurangan bahan baku akibat tanaman karet sudah hancur. "Oleh karena itu Asia Tenggara harus dijaga dari masuknya hama penyakit yang menyerang tanaman karet ini," katanya. Selain Hawar Daun Karet, Suwanda menyatakan, Badan Karantina Pertanian juga melakukan pencekalan terhadap penyakit "Leathal Yellowing Desease" pada kelapa sawit yang menyerang sepanjang Karibia hingga Pantai Atlantik Amerika. Selama 30 tahun terakhir, sedikit-dikitnya 50 persen dari sejuta pohon kelapa di Florida dan 80 persen di Jamaika musnah karena penyakit tersebut. Menyinggung kebijakan Ditjen Perkebunan yang membuka kembali impor bibit kelapa sawit dari Costarica, Papua Nugini dan Malaysia, dia mengatakan, pihaknya tidak melarang upaya pemasukan bibit komoditas perkebunan dari ketiga negara tersebut. Namun demikian, ia mengemukakan, bibit kelapa sawit yang akan diimpor dari Costarica harus melalui negara ketiga untuk dibersihkan disana dari kandungan organisme penganggu tumbuhan (OPT) karena negara tersebut berdekatan dengan Brazil yang merupakan negara endemi SALB. Selain itu, setelah masuk ke Indonesia harus melalui tindakan pengasingan selama sedikitnya enam bulan dan ditanam di kawasan yang terisolir untuk mencegah penularan penyakit tersebut ke tanaman lain, katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007