Malang (ANTARA News) - Prof Dr Syamsulbahri, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang juga Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Brawijaya Malang, yang kini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (Kimbun) Kabupaten Malang senilai Rp1,1 miliar, terancam hukuman 20 tahun penjara. Ancaman hukum tersebut terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepanjen Malang, pada persidangan pertama di Pengadilan Negeri (PN) Malang, Kamis. JPU dari Kejari Kepajen yang terdiri dari Abdul Qohar, Saptana Setya Budi, Irsadul Ichwan, Siswono dan Assri Sustantina mendakwa Syamsulbahri dengan pasal 2 juncto pasal 18 UU 31/1991 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan sebagaimana dirubah menjadi UU 20/2001 tentang Tipikor dan subsider pasal 3 UU 31/1999. "Dengan didakwa pasal ini, maka terdakawa bisa dituntut dengan hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun penjara dengan denda maksimal Rp100 juta," kata salah satu JPU, Irsadul Ichwan SH, saat membacakan dakwaannya. Pihak JPU dalam membacakan surat dakwaan setebal 24 halaman itu secara bergantian, yang di dalamnya terdapat hasil penyidikan yang dilakukan pada terdakwa, terkait dengan posisinya pada proyek Kimbun Kabupaten Malang tahun 2004 yang juga melibatkan mantan Sekkab Malang, Ahmad Santoso, Samian dan Samiadi yang saat ini statusnya masih tersangka. Persidangan yang digelar di PN kota Malang dan dipimpin oleh hakim ketua Hanifah Hidayat SH itu, mulai pukul 09.45 WIB hingga pukul 10.45 WIB, mendapat pengamaan cukup ketat dari aparat keamaman Polresta Malang. Ini terlihat dengan banyaknya personel kepolisian yang diturunkan, baik secara terbuka maupun tertutup. Sementara itu, kuasa hukum terdakwa yang diwakili Haris Fajar menyatakan dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU menyebutkan bahwa yang menjadi terdakwa adalah Ketua LPM Unbraw sebagai konsultan dan pengawai, bukan Syamsulbahri secara individu. "Seharusnya yang duduk dalam persidangan adalah LPM Unbraw sebagai Korporasi yang dalam kasus Kimbun sebagai konsultan dan pengawas, bukan Syamsulbahri secara individu," kata Haris Fajar usai persidangan. Menurut dia, yang seharusnya duduk dalam persidangan kasus Kimbun di PN Malang adalah LPM sebagai sebuah korporasi. Pasalnya, terdakwa dalam LPM adalah menjabat ketua yang membawahi sebuah tim yang saat itu menjadi konsultan dan pengawasan pembangunan Kimbun. "Jadi, dalam persidangan kali ini JPU salah dalam menentukan subyek yang dijadikan terdakwa. Selain itu, JPU juga salah alamat menjatuhkan dakwaan," katanya menambahkan. Majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa menyampaikan jawaban (eksepsi) atas dakwaan JPU selambat-lambatnya sepekan setelah persidangan atau tanggal 6 Desember 2007 mendatang. (*)

Copyright © ANTARA 2007