Jakarta (ANTARA News) - Pengembang besar sejauh ini belum banyak yang tertarik membangun Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) sehingga menjadi tanggungjawab pemerintah untuk membuat sektor ini menjadi menarik. "Pasar Rusunami dengan harga Rp100 juta sampai Rp145 juta mencapai 60 persen, namun tidak banyak pengembang yang menggarapnya," kata pengamat properti, Panangian Simanungkalit, di Jakarta, Jumat. Pemilik Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) ini mengatakan, pada pasar apartemen seharga Rp145 juta ke atas, meskipun sudah kelebihan pasok (banyak ruang kosong), pengembang tetap tertarik masuk ke sektor tersebut. Terkait hal ini, pemerintah memiliki andil penting untuk menyediakan bank tanah. Idealnya harga tanah dapat dikendalikan Rp2 juta per meter persegi dengan asumsi pengembang masih mengantongi keuntungan, kata Panangian. "Berdasarkan Koefisien Luas Bangunan (KLB) 4 maka harga per unit Rusunami sekitar Rp108 juta untuk tipe 36, sehingga kalau dipasarkan Rp144 juta berarti pengembang masih mengantongi keuntungan 30 persen," ujarnya. Panangian juga menghitung apabila setiap menara Rusuna program pemerintah terdiri dari 600 unit, maka berdasarkan kebutuhan pemerintah setiap tahun harus membangun 17 menara untuk harga sampai dengan Rp100 juta, 40 menara harga Rp100 juta sampai Rp144 juta, serta 25 menara harga Rp145 juta. Asumsinya kebutuhan Rusunami untuk harga Rp100 juta ke bawah sebanyak 8.500 unit, Rp100 sampai Rp144 24.000 unit, sedangkan harga Rp145 juta 15.000 unit, papar Panangian. Terkait dengan bank tanah tersebut, pemerintah pernah mengusulkan kepada Komisi V DPR-RI untuk memanfaatkan dana Badan Layanan Umum Departemen Keuangan akan tetapi ditolak. Menurut Panangian, hal ini karena pemerintah tidak memberikan konsep yang jelas kepada Komisi V DPR-RI. Seharusnya pemerintah memastikan apabila membeli tanah di suatu kawasan dipastikan rusunami yang dibangun akan laku terjual.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007