Jakarta (ANTARA New) - Terdakwa kasus mutilasi tiga siswi SMU Kristen Poso Sulawesi Tengah serta aksi terorisme di Poso Sulawesi selatan, Basri alias Ayas alias Bagong divonis hukuman penjara selama 19 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa. Majelis Hakim yang diketuai Edy Risdianto dalam amar putusannya menyatakan terdakwa telah melanggar pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme). Putusan Majelis Hakim ini satu tahun lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Totok Bambang yang menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama 20 tahun. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa pada 29 Oktober 2005 yang bertepatan dengan bulan puasa. Terdakwa melakukan aksinya tersebut setelah mendapat perintah dari Irwanto Irano atas perintah Hasanudin, keduanya telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Beberapa hari sebelum melakukan aksi, Irano telah melakukan tiga kali survei di jalan setapak yang biasa dilalui enam siswi SMU Kristen menuju dan pulang sekolah. Setelah memastikan bahwa keenam siswi selalu melalui jalan tersebut, Irano membeli enam parang di Pasar Sentra Poso dalam dua kali pembelian, atas perintah Hasanudin. Kemudian pada 29 Oktober 2005, Basri bersama Agus Jenggot (sedang disidang), Bojel (DPO), dan Isram (DPO) berangkat ke jalan setapak yang biasa dilalui keenam siswi SMU Kristen. Mereka menuju ke lokasi berbekal parang dan berada di bawah koordinasi Irano. Setelah diperintahkan oleh Irano, Isran menebas leher siswi paling depan yang bernama Alvita Poliwo, sedangkan Irano berusaha menebas siswi di barisan kedua, Theresia Morangki. Siswi itu sempat lari sehingga hanya menderita luka bacok pada bagian kaki. Namun, nasib Morangki berkahir di tangan Agus Jenggot yang langsung menebas leher siswi itu. Basri bertugas membunuh siswi di barisan ketiga, Yarni Sambue. Basri berhasil menghajar, kemudian memenggal kepala siswi tersebut. Sementara itu, satu siswi yang lain Novita Malewa, berhasil lolos dari maut. Setelah melakukan aksi tersebut, Basri dan kawan-kawannya langsung memasukkan kepala-kepala korban ke dalam kantong plastik dan membuangnya di tepi jalan, setelah sebelumnya diperlihatkan kepada Hasanudin. Selain melakukan mutilasi, Basri juga bertanggung jawab dalam pembunuhan pendeta Susianti Tinulele di Gereja Effata, Palu, pada 18 Juli 2004. Basri melakukan penembakan itu dengan menggunakan senjata laras panjang M-16 dengan bantuan Anang Mutadin (masih dalam proses persidangan di Palu). (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007