Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mendesak pemerintah memberi keleluasaan bagi orang asing yang akan membeli properti di Indonesia. "Sejumlah negara sudah mengatur kepemilikan asing, bahkan negara tetangga Singapura bisa sampai 100 tahun," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat REI, Lukman Purnomosidi kepada wartawan di sela-sela Munas REI ke-12. Menurut dia, pemerintah harus segera memperbaiki peraturan yang ada, daripada rupiah dilarikan ke luar negeri untuk membeli apartemen di Singapura atau Malaysia, sebaiknya dolar mereka masuk ke Indonesia. Justru dengan membuka peluang asing membeli properti di Indonesia akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sehingga akhirnya memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, katanya. Kekhawatiran adanya ekslusifitas hunian karena mayoritas dimiliki asing, menurut Lukman, juga tidak beralasan karena pemerintah tinggal mengatur suatu hunian hanya sekian persen yang dijual kepada asing. "Jadi sebenarnya tinggal ada tidaknya kemauan dari pemerintah. Kebijakan ini akan akan memberikan kontribusi bagi investasi dan ekonomi secara nasional. Kami harap pemerintah tidak ketinggalan momentum karena negara lain mulai membuka diri," katanya. Peraturan di Indonesia, asing hanya diperkenankan memiliki properti sampai 25 tahun, kemudian dapat diperpanjang sampai 20 tahun. Serta dapat diperbarui sampai dengan 25 tahun. Pemerintah harus mempertimbangkan asing yang berniat investasi dengan waktu 25 tahun tidaklah mencukupi. Memang dapat diperpanjang namun membutuhkan prosedur yang tidak mudah, ujarnya. Sedangkan menurut anggota Komisi V DPR-RI Enggartiasto Lukita, meskipun memiliki UU Penanaman Modal No. 25 tahun 2007 yang memungkinkan kepemilikan asing lebih panjang akan tetapi pelaksanaannya selalu berbenturan dengan UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960. Sehingga kata Enggar, sudah saatnya pemerintah mengamandemen UU No. 5 tahun 1960 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan saat ini. "UUD 45 saja bisa diamandemen mengapa UU Pokok Agraria tidak bisa," ujarnya. Enggar mengatakan hak atas tanah seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai sudah saatnya disederhanakan termasuk untuk memberi kepastian hukum. Pemerintah harus memberi kemudahan dengan memberi jangka waktu lebih lama khususnya untuk tanah rumah susun. Selain itu rantai birokrasi pengurusan hak pakai dipersingkat melalui pendelegasian dan pelimpahan wewenang kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota, tegas Enggar. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007