Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI, Suharso Monoarfa menyatakan bahwa penuntasan kasus Anthony Salim dalam masalah dana BLBI bernilai puluhan triliun rupiah, bisa membuka "borok" lama dalam bidang politik hukum keuangan negara. Kepada ANTARA di Jakarta, Jumat, ia mengatakan, sehubungan upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mulai melakukan pemeriksaan atas beberapa obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), termasuk Anthony Salim. Pemeriksaan itu sendiri terkait penyelesaian kasus BLBI dengan kerugian keuangan negara ratusan triliun rupiah di masa lalu. Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, atas langkah-langkah Kejagung itu, beberapa pengamat politik ekonomi dan tokoh Parpol maupun Ormas berharap, mudah-mudahan ini tak sekedar komoditi politik oleh pihak tertentu. Juga, mereka berharap, kasus ini tak sekedar dibuat menjadi sebuah `lahan garapan` menguntungkan bagi para penegak hukum tertentu yang memang gemar memanfaatkan kesempatan mengeruk keuntungan pragmatis pada kasus-kasus bernuansa politik seperti itu. Suharso Monoarfa sendiri lebih menunjuk pada penegakkan politik hukum keuangan negara. "Dan sebenarnya menjadi pertanyaan, apakah perjanjian yang mengikat dengan pemerintah Indonesia melalui MSAA, MRAA, PKPS, APU (di masa lalu) hanya berlaku dengan pemerintah di masa lalu tersebut?" tanyanya. Artinya, lanjut Suharso Monoarfa, apakah perjanjian itu hanya berlaku pada pemerintah Indonesia pada masa tertentu. "Kalau ini yang berlaku, artinya, tidak ada kepastian hukum. Tetapi, jika memang ada yang dalam perjanjian itu belum dipenuhi atau bahkan dilanggar oleh para obligor, maka tentu perjanjian itu batal dengan sendirinya atau default," tegas Suharso Monoarfa. Ia menambahkan, manakala terjadi suatu pelanggaran atas perjanjian yang oleh pihak obligor dan pemerintah sudah disepakati serta dijalankan tanpa ada negative covenant dilanggar obligor, berarti perjanjian itu sudah pada posisi final. "Persoalannya kemudian, bila di kemudian harus ternyata `negative covenant` terbukti dilanggar obligor, maka dipertanyakan kecermatan pemerintah sehingga bisa kecolongan," tandasnya. Yang jelas, lanjut Suharso Monoarfa, kepastian hukum erat kaitannya dengan investment security dan tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia. Status Kabur Secara terpisah sebelumnya pakar hukum dan kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, berpendapat, model atau cara pemeriksaan saksi maupun tersangka ala kejaksaan, yakni mana yang berupa dialog atau deal, berpotensi mengaburkan status para obligor BLBI. "Komentar saya juga sama dengan opini berbagai kalangan bahwa, mudah-mudahan ini tak sekedar komoditi politik, sekaligus `lahan` garapan` menguntungkan bagi para penegak hukum yang memanfaatkan kegiatan ini sebagai kesempatan mengeruk keuntungan pragmatis," katanya. Ia mengatakan itu, sehubungan dengan proses pemeriksaan atas para obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), termasuk di antaranya yang kini tengah berlangsung atas pengusaha Anthony Salim, "Ya, itu juga komentar saya (bahwa jangan sampai ini hanya dimainkan sebagai sesuatu komoditi politik, apalagi merupakan trick mengeruk keuntungan pragmatis oleh orang-orang tertentu di seputar kasus itu," kata Adrianus Meliala. Ia lalu membeberkan, model pemeriksaan saksi atau tersangka ala kejaksaan berpotensi untuk mengaburkan mana yang pemeriksaan dan mana berupa dialog atau deal. "Bahkan, para pengusaha umumnya melakukan keduanya. Yakni, mengikuti pemeriksaan, tetap juga melakukan deal," ungkapnya. Oleh karena itu, menurut Adrianus Meliala, sebaiknya sejak sekarang Komisi Kejaksaan telah mulai memantau tim yang dibentuk Kejagung, terutama berkaitan dengan upaya penuntasan kasus BLBI ini. Sebagaimana pernah diberitakan, sebagian dari para obligor BLBI itu memang sudah menuntaskan kasusnya, tetapi dengan tata cara yang kurang transparan dan diduga banyak "embel-embel" persekongkolan secara tidak fair. Sementara yang lainnya, disebut obligor "nakal" atau pengemplang, karena kini beberapa di antaranya melarikan uang triliunan rupiah itu ke luar negeri, termasuk diri mereka belum diketahui rimbanya.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007