Hongkong (ANTARA News/Reuters) -  Harga saham di bursa efek Asia turun sementara kurs dolar AS naik setelah para investor menanggapi negatif data kerja terbaru AS yang menunjukkan tingginya PHK dan mengendurnya harapan bakal pulih cepatnya ekonomi tahun ini.

Pasar saham utama Eropa diperkirakan dibuka naik kira-kira 1 persen setelah Citigroup sepakat mendukung pengaturan yang memungkinkan debitur bermasalah mempertahankan kepimilikan rumah melalui peraturan kepailitan.

Para analis memperkirakan negara berperekonomian terbesar dunia (AS) sangat mungkin rontok kekuatan kerjanya setelah lebih dari setengah juta pekerja kehilangan pekerjaan bulan lalu yang merupakan rekor PHK terbesar sepanjang masa pascaperang.

Gambaran ini mempengaruhi kekuatan ekspor Asia yang sedang dahaga pada permintaan barang dari negara-negara maju.

Modal global, mata uang negara-negara berperekonomian berkembang dan kredit level atas memperoleh keuntungan dari keadaan buruk bulan lalu berupa mantapnya peningkatan toleransi risiko yang dinikmati investor.

Meskipun demikian, proyeksi perusahaan yang kelam, termasuk dari perusahaan ritel terbesar dunia Wal-Mart, dan prospek meningginya angka pengangguran, telah menekan daya tarik dalam memiliki aset-aset lebih berisiko.

"Para pengamat pasar telah bersiap menghadapi berita buruk dalam hal performa lapangan kerja.  Mereka memperkirakan pengangguran meningkat 7 persen Desember lalu," kata Linus Yip, perencana investasi pada First Shanghai Securities, Hong Kong.

"Tetapi ujian sesungguhnya adalah bagaimana Wall Street bereaksi terhadap berita malam ini (rilis statistik kerja AS)," tambahnya.

Indeks saham MSCI yang melingkupi semua bursa saham Asia Pasifik diluar Jepang turun 0,2 persen, menjauh perlahan dari rekor tertinggi sebulan terakhir ini yang dicapai Rabu kemarin.

Indeks Nikkei di Bursa Tokyo ditutup turun 0,45 persen, terutama didorong oleh turunnya harga saham perusahaan eksportir utama Jepang, Honda Motor Co dan Canon Inc.

Sementara itu di India, skandal yang menyelimuti perusahaan IT, Satyam Computer Services, menebarkan kekhawatiran bakal ditariknya modal asing dari negara itu, khususnya setelah serangan teror Mumbai tahun lalu.

Pemimpin perusahaan itu mengundurkan diri Rabu setelah menyatakan 94 persen dana tunai dan tabungan perusahaan di bank hingg September 2008 raib.

Indeks BSE pun turun dua persen, sedangkan harga saham Satyam amblas 50 persen dari harga terakhir.

Harga saham bursa Korea Selatan juga mengikuti jatuhnya saham India yang menjadi bursa regional paling tertekan saat ini.

Indeks acuan KOSPI turun dua persen setelah bank sentral Korsel menurunkan suku bunga hingga 50 basis poin untuk mencapai rekor terendahnya dan mengancam perekonomian keempat terbesar Asia itu melemah lebih rendah lagi.

"Bank of Korea tidak memiliki pilihan selain menurunkan suku bunga untuk menggairahkan lagi perekonomian yang tengah loyo. Perekonomian Korea kemungkinan berkontrasksi pada kuartal keempat (2008) dan pada kuartal pertama (2009) kontraksi bakal lebih buruk," kata Park Sang-hyun, kepala ekonomi pada HI Investment & Securities, Seoul.

Para pembuat kebijakan di China, India dan Korea adalah kelompok paling agresif di Asia dalam melindungi perekonomian mereka setelah pelambatan ekonomi global yang makin memburuk benar-benar memukul kawasan itu pada paruh kedua tahun 2008.

Namun bank sentral-bank sentral Asia lainnya baru mengambil langkah setelah sektor eskpor mereka sekarat, pertumbuhan ekonomi domestik lumpuh dan alokasi kredit perbankan terus tersendat.

Taiwan tak diduga-duga memotong suku bunganya, sementara Indonesia mengoreksi asumsi perekonomiannya minggu ini.

Sementara itu, para pemodal pasar obligasi lebih memokuskan diri pada penerbitan obligasi global baru untuk memenuhi dahaga 'yield' lebih tinggi, khususnya setelah pasar kredit menunjukkan tanda-tanda stabil.

Biaya asuransi obligasi-obligasi untuk pembiayaan investasi terhadap obligasi gagal bayar dan yang sedang direstrukturisasi di Asia tengah menanjak, namun tetap lebih rendah setelah para pemodal memperkirakan rencana stimulus fiskal besar-besaran dan tingkat suku bunga nyaris nol (di AS) akhirnya bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi dunia.

Utang perusahaan AS mencapai 19,9 miliar dolar AS di minggu pertama 2009 yang merupakan tertinggi sejak Mei 2008, setelah investor mengambil untung dari tenangnya pasar modal dengan melakukan negosiasi-negosiasi bisnis, demikian data Thomson Reuters.

Mulai meningkatnya antusiasme berinvestsi telah memperlambat penarikan modal dari obligasi-obligasi pemerintah AS (US Treasuries).

"Yield" untuk obligasi acuan bertenor 10 tahun mantap di posisi 2,44 persen, namun sempat melesat 40 basis poin sejak ditimpa turunnya suku bunga ke posisi terendah dalam lima dekade terakhir di sepanjang 2008.

"Yield" obligasi bertenor 30 tahun berada pada posisi 3,04 persen, sementara "yield" obligasi pemerintah Jepang naik 0,2 poin setelah tertekan ke posisi terendah dalam sebulan terakhir Kamis kemarin.

Kurs dolar AS terhadap Yen tidak banyak berubah di posisi 91,15 yen per dolar AS, ketika sempat turun ke posisi terendah selama sebulan terakhir pada 94,65 yen hari Selasa.

Kurs euro jatuh 0,3 persen ke level 1,3660 dolar AS per euro.  Posisi euro sempat bolak balik antara 1,3964 dolar AS ke posisi terendah tiga pekan terakhir di level 1,3312 dolar AS.

Sementara itu, harga minyak mentah AS untuk pengiriman Februari naik diatas 42 dolar AS per barel atau 1,4 persen lebih tinggi dari harga sebelumnya setelah para dealer mencari landasan harga baru akibat banyak kabar buruk yang dapat mempengaruhi tingkat harga minyak. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009