Oleh Zeynita Gibbons, ANTARA News di London London (ANTARA News) – Penampilan dan latar belakang pendidikannya bukanlah sebagai seorang diplomat, namun sejak ditunjuk sebagai orang pertama di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Praha, Republik Ceko, pada Januari 2007 oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono, maka Prof DR Salim Said yang dikenal sebagai pengamat militer dan kritikus film tampak gencar melancarkan diplomasi. Republik Ceko --dulu bernama Cekoslawakia, kemudian pecah menjadi Republik Ceko dan Republik Slowakia-- itu secara geografis dan kultural berbeda dengan negara lain di benua Eropa. Oleh karena itu, Salim Said sebagai Duta Besar (Dubes) RI mempunyai kiat lain pula dalam meningkatkan hubungan kerjasama Indonesia dengan Ceko. Mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) itu saat dijumpai ANTARA News di kantornya, Gedung KBRI di Jalan Nad Budankami 7, Smichov, Praha, itu langsung menilai bahwa penugasannya dalam mengembangkan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Republik Ceko lebih mudah ketimbang pendahulunya. Didampingi Sekretaris I Bidang Penerangan, Sosial, Kebudayaan dan Pariwisata (Pensosbudpar) KBRI Praha, Azis Nurwahyudi, Salim Said mengatakan bahwa diplomasi yang dilancarkannya saat ini lebih berfokus ke masalah ekonomi, sosial dan kebudayaan. Begitu pun kegiatan promosi pariwisata, ia mengemukakan, di setiap kesempatan selalu dilakukannya untuk memperkenalkan Indonesia dengan kegiatan budaya lebih terorganisir secara baik dan dapat meyakinkan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) di Indonesia maupun pihak Ceko. Jalan terbaik dalam meningkatkan hubungan diplomatik Indonesia dan Ceko, menurut dia, melalui kegiatan seni budaya, diantaranya mengelar Festifal Film Indonesia yang digelar di Ceko pada awal Desember 2007. Dikatakannya, setelah terjadinya reformasi di Ceko, maka masalah politik tidak lagi menonjol dalam meningkatkan hubungan diplomatik. "Duta besar kita tidak lagi disibukkan dengan masalah politik, seperti masalah Timor Timur, maupun soal HAM, yang kini sudah tidak menjadi masalah utama bagi Indonesia," ujarnya. Setelah dilantik oleh Presiden Yudhoyono menjadi Dubes di Ceko, Salim Said langsung terbang ke Praha, dan didampingi sang istri tercinta, Herawaty Said, menyerahkan surat-surat kepercayaannya kepada Presiden Vaclav Klaus di Prague Hradcany Castle. Usai menyerahkan surat kepercayaan yang menandai bahwa ia resmi menjadi Dubes RI di Republik Ceko, ia pun menggelar pertemuan dan memperkenalkan diri kepada seluruh jajaran KBRI, masyarakat Indonesia yang berdomisili di Ceko, termasuk paguyuban yang selama ini ada, serta wakil perkumpulan sahabat Indonesia, seperti Nusantara, Tenggara dan Kintari Foundation. Dikatakannya, apa yang dilakukan sebagai wakil Indonesia di Ceko adalah bekerja dengan semaksimal mungkin, "Saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan Presiden." Apalagi, Salim Said adalah penulis delapan buku mengenai sejarah militer di RI, selain dua buku mengenai perfilman, sehingga talentanya selaku ilmuwan dan budayawan menjadi lebih tertantang saat duduk selaku Dubes Republik Ceko. Menurut salah seorang mantan pembawa acara diskusi mingguan di TVRI itu, dirinya sudah terbiasa menerima apa pun rezeki yang diberikan Tuhan, dan menggangap menjadi diplomat merupakan sudah menjadi rezekinya melalui tangan Presiden Yudhoyono. "Saya mensyukuri, dan menfaatkan apa pun yang saya dapatkan sebagai wartawan, seninam, dan selalu berbuat sebaik mungkin. Kelak bila saya menengok ke belakang ada sesuatu yang saya tinggalkan," ujarnya. Salim Said tidak melihat suatu pekerjaan itu sebagai hal rutin semata, dan justru menjadikan satu tantangan. "Saya harus meninggalkan bekas tangan saya di situ, selain berguna bagi orang, juga kebanggaan bagi saya, dan saya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada," ujarnya. Menurut Salim --yang mengaku kini memiliki cukup waktu untuk membaca, ketimbang saat di Jakarta-- bahwa sejauh ini tidak tahu pasti apa hobi sebenarnya. "Saya tidak tahu hobi saya apa, sulit menjawab pertanyaan ini. Mendengarkan musik juga buat saya juga bukan hobi," katanya. "Kesibukan utama saya adalah membaca, barangkali itu yang saya peroleh melalui pendidikan di pergutuan tinggi. Saya harus bersaing dengan diri saya, dan juga dengan yang muda, dan saya tidak ingin tertinggal dari yang lain dan dilupakan. Saya ingin meninggalkan sesuatu," ujarnya. Salim Said pun berharap, "Sebelum usia saya berakhir, saya ingin masih menulis buku dan ada beberapa konsep di kepala yang harus saya selesaikan, dan saya berharap setelah selesai menjadi Duta Besar berkesempatan duduk di perpustakaan yang bagus untuk menulis." Hal itu pernah dilakukannya di Amerika Serikat (AS). Diakuinya, sulit untuk menulis yang serius di Jakarta, karena terlalu banyak kesibukan. Selain itu, ia juga menilai bahwa buku-buku yang ada perpustakaan Indonesia sangat terbatas. "Buku saya kebanyakan saya tulis di perpustakaan di Amerika, yang justru koleksinya mengenai Indonesia cukup banyak." Selain itu, Salim Said juga mengakui bahwa saat di Jakarta juga mengalami kesulitan membeli buku, dan juga sulit mencari waktu untuk membaca. Sementara itu, di Praha dirinya secara mudah membeli buku melalui jasa jejaring Internet di http://www.Amazon.com dan punya waktu untuk membaca. "Hal yang sangat menguntungkan selain punya pengalaman baru sebagai diplomat dalam hidup, sebelumnya saya punya pengalaman puluhan tahun sebagai wartawan, selama sembilan tahun sebagai Ketua Kesenian Jakarta, seniman dan menulis resensi film," katanya. Menurut Salim, waktu ia memperoleh beasiswa di Amerika Serikat, maka dirinya berkesempatan menulis buku tentang militer, selain itu setelah kembali ke Indonesia bisa menjadi konsultan politik, dan bahkan sering diundang untuk mengisi acara "talk show" di televisi. "Kini saya punya kesempatan lain dalam hidup yang membuat hidup menjadi kaya dan beragam," katanya. Kaya yang dimaksud tentunya bukan sekadar dalam pengertian harfiah berupa berlimpah harta, namun kaya akan banyaknya pengalaman yang dapat dipetik sebagai hikmah kehidupan. Mengenai suka duka menjadi diplomat, Salim mengakui bahwa sebagai diplomat amatiran --lantaran tanpa berlatarbelakang pendidikan diplomat sebagaimana mestinya-- mengakui lebih banyak sukanya, dan kalau pun ada dukanya, maka hal itu hanya karena tidak berada di Jakarta, di mana sahabatnya cukup banyak. Diakuinya pula, sangat senang dapat ditugaskan di Ceko sebagai diplomat, karena selain dapat melaksanakan tugas negara dari Presiden, sebagai intelektual berlatarbelakang kampus, dan petualang lantaran sempat menjadi jurnalis pun dirinya juga punya kesempatan untuk membaca lebih banyak literatur. "Ini sangat menguntungkan," ujarnya. Berkaitan dengan keberadaan masyarakat Indonesia yang pernah menjadi pelajar yang dikirim Presiden Soekarno saat masih berkuasa, Salim Said mengakui bahwa hubungan mereka dengan Indonesia sangat bagus, khususnya bagi mereka yang masih berstatus warga Indonesia. Bahkan, ia mengemukakan, ada juga di antara mereka yang sudah menerima kenyataan menjadi warga negara Ceko, namun ada juga yang berusaha untuk minta kembali menjadi Warga Negara Indonesai (WNI). "Kami akan mengurusnya," ujar Salim Said. Bahkan, ia melibatkan semuanya dalam berbagai kegiatan di KBRI Praha. "Saat ini mereka tidak ada masalah lagi, dan itu merupakan masa lalu mereka, serta kini kebijaksaan kami adalah memperlakukan mereka sebagaimana masyarakat Indonesia lainnya," demikian Prof DR Salim Said. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007