Brisbane (ANTARA News) - Menteri Imigrasi dan Kewarganegaraan Australia, Senator Chris Evans, menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia atas kerja sama kedua negara yang terus berlanjut di bidang keimigrasian, termasuk dalam pemulangan 16 orang "manusia perahu" Indonesia asal Pulau Rote. "Departemen Imigrasi bekerja sama dengan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT, Australia) dan Pemerintah RI untuk mengatur pemulangan mereka (ke-16 orang warga Indonesia-red.) ini," katanya, seperti dilaporkan ANTARA dari Brisbane, Senin. Pemerintah Australia mendukung pemulangan mereka hingga ke tujuan akhir, sedangkan proses perpindahan tempat tinggal mereka merupakan tanggung jawab Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), kata Senator Evans. Pemulangan mereka ke Indonesia setelah sempat ditahan di Pulau Christmas, Australia Barat, sejak 25 November itu dilakukan menyusul rampungnya wawancara dan pemeriksaan kesehatan mereka. "Kementerian saya secara hati-hati menelusuri alasan kelompok ini datang ke Australia," katanya. Menurut Evans, berdasarkan informasi yang ada, mereka tidak menyampaikan masalah-masalah yang dapat melibatkan kewajiban perlindungan Australia di bawah Konvensi tentang Pengungsi. "Saya pendukung utama Konvensi tentang Pengungsi ini dan Australia termasuk diantara tiga negara di dunia yang menerima para pengungsi untuk tinggal," katanya menambahkan. Warga negara asing tidak berhak tinggal di Australia hanya karena alasan bahwa mereka akan lebih baik secara ekonomi, katanya. Ke-16 orang "manusia perahu" asal Indonesia yang sempat ditahan di Pulau Christmas, Australia Barat, sejak 25 November lalu itu sudah direpatriasi ke Jakarta, Sabtu (15/12). Konsul RI di Perth, Dr Aloysius L Madja, kepada ANTARA yang menghubunginya dari Brisbane, Minggu, mengatakan, ia bersama stafnya, Wakil Konsul bidang Sosial Budaya dan Informasi KRI Perth, Ricky Suhendar, ikut bersama dalam pesawat carter Pemerintah Australia yang mengantar mereka ke Jakarta. "Jadi saya sedang berada di Jakarta sekarang ini. Kemarin (Sabtu) kita ikut mendampingi para petugas Imigrasi Australia mengantar ke-16 orang warga negara kita ini dari Pulau Christmas ke Jakarta dengan pesawat carter. Pesawat itu tiba di Jakarta sekitar pukul 14.30 WIB," katanya. Sebelumnya, Konsul Aloysius L Madja mengemukakan, pihaknya terlebih dahulu melakukan verifikasi, guna memastikan bahwa ke-16 orang itu adalah benar warga negara Indonesia, sembari menyerahkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) mereka kepada pejabat Imigrasi Australia. "Dari hasil wawancara kita, tiga kepala keluarga dari 16 orang warga kita ini mengaku bahwa mereka bukannya mau berlayar ke Australia tetapi ke Saumlaki, Maluku Tenggara Barat. Hanya saja, perahu bermotor mereka rusak dan kemudian mereka mencoba memasang layar. Tapi karena angin datang dari arah tenggara, perahu mereka terbawa hingga memasuki perairan Australia," katanya mengutip pengakuan mereka. Diantara para kepala keluarga nelayan asal Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu adalah Suwardi Djawa dan Sukardi Liri, kata Aloysius L Madja. "Setibanya di Bandar Udara Soekarno Hatta, ke-16 orang warga kita ini sudah diserahterimakan pejabat imigrasi Australia ke Pak Teguh Wardoyo, Direktur Perlindungan Badan Hukum Indonesia dan Warga Negara Indonesia (WNI) Deplu RI," katanya menuturkan. Mengenai kondisi kesehatan ke-16 orang "manusia perahu" ini, Konsul Aloysius L Madja mengatakan, mereka terlihat sehat dan gembira, karena dapat kembali ke Tanah Air. Namun, mereka tidak akan pulang ke kampung asal mereka melainkan ke daerah Mola, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. "Sesuai rencana, mereka akan melanjutkan perjalanan dari Jakarta ke Kendari hari Senin (17/12). Dari Kendari, mereka akan berlayar ke Mola, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Selama di Jakarta, mereka menginap atas tanggungan biaya IOM," katanya. Sebelum ditahan di Pulau Christmas, ke-16 orang Indonesia asal Pulau Rote itu diselamatkan kapal patroli HMAS Ararat dan HMAS Tarakan saat perahu bermotor mereka tenggelam di laut sekitar 650 kilometer barat Darwin, Northern Territory, 20 November lalu. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007