Jakarta (ANTARA News) - Total ekspor Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan sekitar 6, 4 miliar AS dolar pada 2008 dibanding tahun 2007 yang mencapai 97,1 miliar AS dolar. "Kenaikan harga beberapa komoditas primer, seperti sawit, karet, dan barang tambang akan tetap menjadi pendorong terjadinya kenaikan penerimaan ekspor," kata peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, di Jakarta, Senin. Namun demikian, dia mengatakan perhatian lebih harus ditujukan pada sektor industri tanah air yang dinilai mengalami penurunan daya saing. Dari penelitian P2E-LIPI pada 1993 hingga 2005 dengan indeks "Revealed Competitive Advantage" (RCA) menunjukan banyak komoditi yang mengalami penurunan daya saing. Menurut Latif, dari 64 komoditi yang dihasilkan Indonesia terdapat 20 komoditi yang tidak memiliki keunggulan daya saing, 28 komoditi yang tidak mengalami perubahan daya saing. Selain itu 12 komoditi mengalami penurunan daya saing, dan hanya empat yang mengalami kenaikan daya saing. Oleh karena itu, dia mengatakan, upaya untuk mejaga dan meningkatkan daya saing dengan memperbaiki suplai, yakni peraturan, infrastruktur, teknologi, ketersediaan energi, bahan baku, dan restrukturisasi permesinan. Upaya lain adalah memperbaiki `demand side`, yakni diversifikasi pasar dan responsif terhadap perubahan peraturan perdagangan internasional. "Terlambatnya restrukturisasi permesinan membuat biaya bahan bakar lebih boros akibat penggunaan mesin tua. Hal tersebut membuat produk kita tidak kompetitif dibanding produk dari negara lain seperti Malaysia," ujar dia. Menurut Latif, survei yang dilakukan P2E-LIPI di empat provinsi, masih ada sekitar 1.000 Peraturan Daerah (Perda) yang bermasalah. Salah satu Perda yang tidak mendukung bisnis di daerah adalah pengenaan pajak sebesar 6 persen untuk penggunaan genset di industri saat terjadi pemadaman listrik oleh PLN. "Katanya sudah dicabut oleh Deparkemen Keuangan, tapi tenyata masih ditagih juga," katanya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengurangan ketergantungan terhadap tiga negara tujuan ekspor yakni Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang, karena diprediksi tahun 2008 pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan terganggu sehingga dapat mengganggu ekspor Indonesia. "Bilateral Agreement terhadap negara tujuan ekspor perlu ada untuk berjaga-jaga agar saat pertumbuhan ekonomi suatu negara terganggu kegiatan ekspor tidak terganggu," katanya. Sementara itu, dia mengatakan, impor pada 2008 diperkirakan akan mencapai 92,7 miliar AS dolar, meningkat dari 87,7 miliar AS dolar pada 2007. Dari tiga jenis barang impor, dapat diketahui bahwa pertumbuhan impor barang modal mengalami peningkatan kontribusi terhadap total impor Indonesia. Menurut dia, peningkatan pada proporsi impor barang modal dan bahan baku penolong sehingga mampu menekan impor barang konsumsi. "Dengan melihat perbandingan ekspor dan impor pada 2008, Indonesia diperkirakan akan mengalami surplus perdagangan sebesar 10,5 miliar AS dolar," ujar dia. Dia mengatakan, surplus perdagangan tersebut merupakan indikasi bahwa pada 2008, Indonesia berpotensi untuk bisa terus menambah persediaan cadangan devisanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007