Bandung (ANTARA News) - Pimpinan Pondok Pesantren (Pontren) Cipasung, KH Ilyas Ruhiat (73) wafat sekitar pukul 16:15 WIB, Selasa, di Kampung Cipasung Desa Cipakat Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Almarhum rencananya akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Keluarga, Pesantren Cipasung Tasikmalaya hari Rabu pagi. Mantan Rois AM PB NU Pusat diera kepengurusan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu, meninggalkan tiga orang putra-putri, H Acep Zamzam Noor, Hj Ida Nurhalida, dan Hj Enung Nursaidah serta meninggalkan 12 orang cucu.. Sementara istri almarhum, Hj Dedeh Fuadah telah meninggal dunia lima bulan yang lalu. Hingga Selasa malam ribuan pelayat terus berdatangan memenuhi tempat kediaman almarhum seraya memanjatkan do`a. Menurut seorang pengurus Pontren Cipasung, Ustadz Tarsidin, menjelang tutup usia seluruh putra-putri serta kerabat kiai karismatik itu sempat mendampingi detik-detik kepergiannya. Sementara Jenazah alamarhum disemayamkan di kediamannya di kompleks pontren tersebut. Sebelumnya, almarhum sempat dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung sekitar dua bulan, dan dua minggu terakhir almarhum dirawat di kediamannya oleh seluruh keluarganya. KH Ilyas Ruhiyat, dilahirkan di Cipasung pada 13 Januari 1934, ayahnya adalah ulama besar di kabupaten tersebut, KH Ruhiat dan ibunya Hj Aisyah. Semasa hidupnya selain menuntut ilmu pada ayahnya, Ilyas juga mengikuti pengajian kepada sejumlah tokoh pimpinan pondok pesantren di Jawa Barat diantaranya kepada Kiai Saefulmillah, Abdul Jabar dan Ustaz Bahrum. Kiai Ilyas Ruhiyat sendiri pada tahun 1990-an merupakan ulama NU yang sangat disegani di tingkat nasional. Pada Muktamar NU tahun 1995 di Cipasung, Tasikmalaya, Kiai Ilyas mendapat amanah untuk memimpin NU bersama Gus Dur. Pada masa itu, Kiai Ilyas mampu membawa NU melewati masa-masa sulit karena menolak intervensi Orde Baru. Kiai Ilyas pernah pula menolak permintaan pemerintah yang memohon kesediaannya menjadi anggota MPR demi menuntut independensi NU.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007