Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan tindak pidana korupsi memvonis mantan Dubes RI untuk Malaysia, Hadi A Wayarabi, penjara dua tahun enam bulan atas kasus korupsi biaya pengurusan dokumen keimigrasian di KBRI Kuala Lumpur sepanjang 2000 hingga 2003 dengan kerugian RM6,097 juta setara dengan Rp15 miliar dalam kurs Rp2.500. Hadi A Wayarabi bersama terdakwa II Suparba W Amiarsa selaku mantan Kabid Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, menurut majelis yang diketuai oleh Mansyurdin Chaniago dalam sidang di Jakarta, Rabu, dinilai melakukan korupsi dengan tidak menyetorkan penerimaan negara bukan pajak dari biaya pengurusan dokumen itu kepada kas negara. "Terdakwa dinilai bersalah melanggar hukum sesuai pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu jo pasal 64 ayat (1) KIUHPidana," kata Mansyurdin saat membacakan amar putusan. Selain divonis penjara dua tahun enam bulan, majelis juga menghukum para terdakwa membayar denda Rp150 juta subsider lima bulan kurungan. Hadi A Wayarabi diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp1,750 miliar dan bila satu bulan setelah adanya keputusan hukum tetap tidak dibayarkan maka akan dipidana penjara dua tahun. Sementara itu Suparba diwajibkan membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp15 juta dan bila dalam satu bulan setelah keputusan hukum tetap tidak dibayar maka akan dipenjara selama enam bulan. Majelis hakim dalam pertimbangannya menilai Wayarabi selama kurun waktu 2000 hingga 2003 setiap bulannya telah menerima RM 20.000 sehingga selama 36 bulan menjabat sebagai duta besar RI di Malaysia mengumpulkan uang sebanyak RM 720.000. "Sehingga bila dikurskan dalam rupiah dengan nilai satu ringgit setara dengan Rp2.500 maka uang yang telah dikumpulkan sebanyak Rp1,8 miliar. Namun terhadap terdakwa I telah dilakukan penyitaan uang sebesar Rp50 juta sehingga ganti kerugian negara dikurangkan dari jumlah itu," ujar majelis hakim. Majelis memaparkan, terdakwa I Hadi A Wayarabi saat mengawali tugasnya sebagai Duta Besar untuk Malaysia pada Juni 2000 mendapat laporan dari terdakwa II Suparba W Amiarsa selaku Kepala Bidang Imigrasi KBRI Kuala Lumpur tentang adanya dua tarif dalam pemungutan biaya pengurusan dokumen keimigrasian yang telah dilaksanakan sebelumnya. "Tarif yang ditetapkan berdasarkan SK Kepala Perwakilan RI nomor 021/SK-DB/0799 tertanggal 20 Juli 1999 untuk tarif tinggi, sedangkan penyetoran PNBP ke kas negara dengan tarif rendah," kata majelis hakim. Atas laporan terdakwa II, terdakwa I kemudian memberikan perintah agar Suparba tetap melanjutkan kebijakan dua tarif dalam pungutan biaya pengurusan dokumen keimigrasian di KBRI Kuala Lumpur. Biaya pengurusan yang ditetapkan itu antara lain untuk paspor 48 halaman perorangan tarif yang dipungut RM140 sementara yang disetorkan ke kas negara RM 120. Untuk jenis paspor yang sama bagi keluarga biaya yang dipungut RM220 sedangkan yang disetorkan RM 120. Untuk pengurusan paspor 24 halaman perorangan biaya yang dipungut RM65 sedangkan yang disetorkan RM30, untuk jenis paspor yang sama bagi keluarga tarif yang dipungut RM80 sedangkan yang disetorkan RM45. "Suparba memerintahkan Tri Widyowati untuk mengumpulkan hasil pungutan dari nilai tertinggi itu selama Juni 2000 sampai Juni 2003 sebesar RM29,045 juta," kata hakim. Dari jumlah itu, yang disetorkan kepada kas negara sebagai PNBP adalah RM23,3 juta sehingga terdapat selisih RM5,7 juta. Terdakwa Suparba selain melakukan pungutan biaya kepengurusan dokumen keimigrasian dengan dua tarif berbeda juga tidak menyetorkan hasil selisih penukaran kurs ringgit Malaysia ke dolar AS atas pengutan biaya pembuatan visa sejak Juni 2000 hingga Juni 2003. Jumlah pungutan yang tidak disetorkan itu berjumlah RM369.105. Dengan tidak diserahkannya pungutan biaya pengurusan dokumen keimigrasian pada kas negara itu maka terdakwa I dan terdakwa II telah melanggar pasal 3 PP Nomor 26 1999 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di Departemen Kehakiman. Perbuatan kedua terdakwa juga bertentangan dengan Pasal 4 PP Nomor 33 tahun 2002 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di Departemen Luar Negeri. Selanjutnya atas permintaan dan persetujuan Hadi A Wayarabi, maka Suparba membagikan uang selisih dari pungutan tersebut untuk dirinya sendiri, Hadi A Wayarabi dan staf lokal di KBRI Kuala Lumpur. Dari rangkaian perbuatan terdakwa I dan terdakwa II dalam kurun waktu Juni 2000 hingga Juni 2003 tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar RM6,097 juta. Menanggapi vonis tersebut, kedua terdakwa menyatakan pikir-pikir dan enggan berkomentar pada wartawan usai persidangan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008