Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyerukan agar semua komponen bangsa melakukan penghematan energi untuk menghadapi lonjakan harga minyak dunia yang kini mencapai 100 dolar AS per barel. "Intinya pada 2008 adalah penghematan konsumsi dan peningkatan produksi, itu saja, tidak cara lain karena kita sudah tetapkan tidak akan menaikkan harga BBM," katanya di kantor Wapres usai melakukan Shalat Jumat di Jakarta. Ia mengatakan, berbagai langkah penghematan sudah mulai dilakukan sejak konversi minyak tanah ke gas, konversi penggunaan lampu pijar hemat energi, pembatasan penerangan jalan-jalan, papan reklame, dan sebagainya. "Kalau pun terjadi antrian, itu dipicu perbedaan harga minyak tanah untuk rumah tangga dan industri sebesar Rp5.000. Dengan adanya perbedaan harga itu, muncul penyeludupan baik ke luar ataupun penyelundupan fungsional dari seharusnya untuk rumah tangga dialihkan untuk industri. Jadi antrian tidak dikarenakan pasokan yang berkurang," tuturnya. Jadi, tambah Wapres, tidak ada cara lain selain melakukan penghematan konsumsi energi. Selain penghematan konsumsi, pemerintah juga telah menetapkan kebijakan bebas bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk eksplorasi minyak bumi guna meningkatkan kapasitas produksi, tambah Jusuf Kalla. Terkait pengalihan premium, Wapres mengatakan, pemerintah masih mengkaji lebih dalam. "Saat ini, kontribusi pengalihan premium bagi penghematan konsumsi belum siginifikan. Tetapi itu akan tetap kita kaji pemberlakuannya," katanya. Pemerintah terus mencermati perkembangan harga minyak dunia yang terus bergejolak akhir-akhir ini. Dirjen Migas Departemen ESDM Luluk Sumiarso sebelumnya mengingatkan, APBN berpatokan pada formula Indonesia Crude Price (ICP) yang lebih rendah dibandingkan harga minyak di pasar "spot" dunia. Harga minyak mentah dunia pada perdagangan Rabu (2/1) waktu New York sempat menyentuh 100 dolar AS per barel, meski kemudian ditutup 99,48 dolar AS per barel. Sementara, menurut Luluk, harga rata-rata ICP bulan Desember 2007 hanya sekitar 91 dolar AS per barel. Mengenai rencana pengalihan premium, Luluk mengatakan, pemerintah masih menunggu harga ICP menyentuh 100 dolar AS per barel. Sementara, Gubernur OPEC untuk Indonesia Maizar Rahman mengatakan, harga minyak dunia yang tinggi sekarang ini tidak mencerminkan kondisi pasar sesungguhnya. "Kenaikan harga ini juga disebabkan ulah spekulan," katanya. Menurut dia, stok dunia saat ini dilaporkan dalam kondisi cukup aman. Namun, lanjutnya, pihaknya akan membahas tingginya harga minyak dalam pertemuan luar biasa OPEC di Wina, Austria pada Februari mendatang. Maizar menambahkan, negara berkembang yang menjadi importir minyak akan terkena dampak paling besar dari harga minyak dunia yang tinggi ini.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008