Cilacap (ANTARA News) - Tim Pembela Muslim (TPM) mempertanyakan proses penyerahan salinan putusan Mahkamah Agung tentang penolakan Peninjauan Kembali (PK) kasus Amrozi dan kawan-kawannya oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar melalui PN Cilacap. "Penyerahan salinan putusan itu sebaiknya didampingi penasihat hukum terpidana lantaran kasus tersebut memiliki kapasitas yang luar biasa," kata Koordinator TPM, Achmad Michdan di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Senin (7/1). PN Denpasar melalui PN Cilacap, Rabu (2/1), menyerahkan salinan putusan MA tentang penolakan PK kepada tiga terpidana mati kasus Bom Bali I yakni Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap. Dia menegaskan, berdasarkan undang-undang salinan putusan tersebut bisa diberikan kepada penasihat hukum, keluarga, atau langsung kepada terpidana, namun kasus tersebut memiliki kapasitas yang luar biasa sehingga penyerahannya sebaiknya didampingi penasihat hukum. Dia kembali mempermasalahkan proses penolakan PK yang menurutnya tidak berjalan sesuai prosedur karena sidangnya tidak berjalan dengan semestinya. "Untuk itu kami akan menanyakan dulu kepada klien kami apakah mereka sudah menerima salinan tersebut atau belum dan melihat berita acaranya sudah benar atau belum," katanya. Jika penyerahannya sudah benar, kata dia, akan segera diproses pada majelis-majelis hakim yang memutuskannya. Ia mengatakan, TPM juga akan mengajukan fatwa kepada Majelis Ulama Indonesia mengenai proses pelaksanaan hukuman mati. Menurut dia, pidana mati dengan cara ditembak sangat menyakitkan sehingga akan dibicarakan dengan Mahkamah Agung. Berkaitan dengan grasi, dia mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi disebutkan bahwa pengajuan grasi tidak dibatasi oleh tenggang waktu tertentu. "Kedatangan ini juga merupakan kunjungan rutin bulanan dengan mengajak keluarga para terpidana mati tersebut," katanya. Dalam rombongan menuju Lapas Batu di Pulau Nusakambangan tersebut tampak pula keluarga Imam Samudra yakni Embay Badriyah (ibunda), Zakiyah Darajad (istri), dan anak-anaknya. Selain itu juga terlihat keluarga Amrozi dan Mukhlas. Sebelum menyeberang ke Pulau Nusakambangan, semua barang bawaan, kartu identitas, dan surat izin kunjungan diperiksa oleh petugas di Pos Penjagaan Wijayapura. Namun tidak seperti biasanya, pemeriksaan kartu identitas dilakukan di pintu gerbang Wijayapura dengan cara memanggil rombongan satu per satu. Sekitar pukul 09.30 WIB, rombongan menyeberang ke Pulau Nusakambangan menggunakan Kapal "Pengayoman II" milik Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008