Singapura (ANTARA) - Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Rabu pagi, di tengah kekhawatiran perang perdagangan antara Amerika Serikat dengan China dapat memicu penurunan ekonomi global.

Namun pasokan minyak yang relatif ketat di tengah pengurangan produksi OPEC dan ketegangan politik di Timur Tengah menawarkan sejumlah dukungan bagi harga.

Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional untuk harga minyak, untuk ulan Juni diperdagangkan di 69,85 dolar AS pada pukul 01.01 GMT (08.01 WIB), turun 26 sen atau 0,4 persen, dari penutupan sesi terakhir.

Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI), berada di 58,70 dolar AS per barel, turun 44 sen atau 0,7 persen dari penyelesaian terakhir mereka.

"Minyak mentah melemah ... terutama karena bearish permintaan lebih unggul dibandingkan dengan kenaikan pada pasokan," kata James Mick, direktur pelaksana dan manajer portofolio energi perusahaan investasi AS Tortoise.

"Investor khawatir dari perspektif makro tentang permintaan di seluruh dunia, khususnya dalam menghadapi sengketa perdagangan yang berkembang antara AS dan China," katanya.

Fawad Razaqzada, analis di pialang berjangka Forex.com, mengatakan kekhawatiran lain adalah bahwa "turunnya mata uang pasar negara berkembang membuat minyak mentah yang dihargakan dalam dolar AS lebih mahal untuk dibeli di negara-negara itu," dan bahwa harga minyak mentah bisa jatuh kembali.

Terlepas dari kekhawatiran ekonomi, permintaan minyak global sejauh ini bertahan dengan baik, kemungkinan rata-rata lebih dari 100 juta barel per hari (bph) tahun ini untuk pertama kalinya, menurut data dari Badan Informasi Energi AS (EIA).

Tetapi analis khawatir bahwa pengetatan kredit di tengah perlambatan ekonomi akan menghambat perdagangan komoditas.

"Kami tetap berhati-hati mengenai lingkungan ekonomi makro jangka pendek," kata broker komoditas Marex Spectron dalam sebuah catatan.

"Ketersediaan kredit di pasar komoditas fisik menjadi perhatian khusus."

Meskipun kekhawatiran ekonomi menyeret pasar minyak, harga minyak mentah tetap relatif ketat.

"Risiko pasokan tetap pada tingkat tinggi dengan berlanjutnya ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah, serta Venezuela yang dikenal berjuang keras," kata Tortoise Mick.

Menambah ini adalah pemotongan pasokan berkelanjutan yang dipimpin oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) sejak awal tahun untuk menopang pasar.

OPEC dan beberapa sekutu termasuk Rusia akan bertemu pada akhir Juni atau awal Juli untuk membahas kebijakan produksi ke depan.

Baca juga: Harga minyak AS naik setelah banjir melanda pusat distribusi Cushing

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019