Harbin (ANTARA News) - Para ilmuwan China telah mengingatkan bahwa perubahan iklim juga memberikan dampaknya kepada kota yang terletak di paling utara China, Harbin, yang terkenal dengan frestival pahat es yang diadakan setiap tahun. Temperatur rata-rata di ujung Siberia tercatat 6,6 derajat Celcius 944 Fahrenheit pada tahun lalu, dengan rata-rata tertinggi sejak perubahan iklim dipantau dan para peserta festival pahat es di Harbin dapat merasakan perubahan iklim tersebut. "Pada awal bulan Desember tahun 2002, pahatan lampion es di Harbin segera mencair setelah selesai dipahat . Dan hasilnya adalah pahatan es yang meleleh," kata Yin Xuemian, seorang ahli meterologi di pusat obeserbatori Heilongjiang, mengatakan kepada Reuters. Masalahnya semakin memburuk pada tahun 2006, banyak tenaga dan biaya dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan perbaikan terhadap pahatan es yang mencair. Karena temperatur naik maka periode es dan salju menjadi semakin pendek secara dramatis." China mempersalahkan golbal warming (pemanasan global) sebagai penyebab utama kondisi kekurangan air di sekita negara itu yang telah memberikan dampaknya terhadap penanaman padi. Perubahan iklim juga menyebabkan mencairnya lapisan es di dataran tinggi. "Pemanasan global adalah sesuatu yang dibicarakan orang, tetapi apabila kita memperhatikan dengan seksama terhadapa catatan statistik dan perubahan nyata yang terjadi pada iklim maka kita menyadarinya betapa seriusnya masalah itu," kaya Yin lagi. Temperatur rata-rata musim dingin di Harbin adalah 5 derajat Celcius lebih panas dibandingkan dengan catatan yang ada selama ini." Walaupun adanya perubahan temperatur dan pola dari musim kering dan banjir diseluruh wilayah China yang segera akan mengambil alih kedududkan Amerika Serikat sebagai negara penghasil gas buang karbon diakosida yang terbesar, China tetap menolak untuk memberikan batas dari emisi gasnya tersebut. China mengatakan negara-negara kaya harus memimpin upaya memerangi perubahan iklim dan melakukan upaya lebih besar untuk memberikan alih teknologi kepada negara-negara berkembang. Jauh sebelum debat internasional mengenai perubahan iklim para peserta festival pahat es di Harbin sudah memiliki kekhawatiran bagaiaman cara untuk mencegah karya seni pahat mereka dari keadaan mencair. "Kami merasa khawatir bahwa karya pahat kami akan jatuh, kami berusaha memperbaikai sedikit disana-sini," kata seorang peserta festival. Seorang peserta dari Kanada asal China mengatakan ia juga merasakan hal yang sama akan adanya perubahan iklim di negaranya. "Pada saat pertama kali saya tiba di Kanada saat itu terasa sangat dingin, tetapi sekarang keadaanya lebih hangat, mungkin secara lambat Vancouver akan berubah menjadi Hong Kong," katanya dikutip Reuters.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008