Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, mendukung keinginan pemerintah untuk meningkatkan investasi infrastruktur di luar Jawa, mengingat rendahnya investasi asing di luar Jawa, padahal banyak komoditas yang harganya tinggi harganya saat ini berada di kawasan itu, terutama Kalimantan. "Harga komoditas saat ini sedang naik, tapi Indonesia tidak mengambil keuntungan yang optimal karena infrastruktur daerah-daerah yang kaya sumber daya alam itu tidak memadai, seperti batubara itu adanya di tengah pulau Kalimantan," kata Fauzi di Jakarta, Rabu. Dia mengatakan, investor swasta sulit untuk diundang masuk menanamkan modal di bidang infrastruktur di Indonesia selama 25-30 tahun mengingat iklim investasi yang belum kondusif, sehingga pemerintahlah yang harus menggelontorkan dana untuk investasi infrastruktur di luar Jawa. "Sekarang lebih mudah menggunakan dana APBN atau APBD untuk membangun infrastruktur daripada menarik investasi swasta, kecuali kalau mereka dipastikan kepastian hukumnya atau kesepakatannya sesuai dengan hukum internasional, apalagi dana APBN dan APBD masih sangat besar yang belum dimanfaatkan," katanya. Dijelaskannya, masalah-masalah seperti pembebasan lahan, perjanjian pembagian keuntungan, perjanjian perubahan tarif, serta penyelesaian perselisihan menjadi hal-hal yang membuat investasi di bidang infrastruktur di luar Jawa tidak menarik. Menurut dia, jika infrastruktur, seperti jalan raya, pelabuhan dan kereta api untuk mengangkut hasil sumber daya alam sudah tersedia, maka dipastikan investasi yang berhubungan dengan sektor tersebut akan meningkat pesat. "Sudah banyak keinginan investor asing untuk masuk, apalagi harga minyak yang tinggi mendorong investasi di sektor substitusi minyak, seperti batubara, kelapa sawit, tebu akan sangat menguntungkan," katanya. Ia mengemukakan, investasi infrastruktur di luar Jawa juga akan dapat mendukung transmigrasi sehingga pemerataan persebaran penduduk bisa terjadi. Ditanya tentang dukungan pemerintah daerah terkait peningkatan investasi pemerintah untuk infrastruktur di luar Jawa, Fauzi mengungkapkan, program tersebut seharusnya bisa memancing Bank Pembangungan Daerah untuk merealokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang belum terserap dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ke sektor riil. "Tapi, harus juga diingat, dana besar APBD mesti diimbangi peningkatan kapasitas daerah dalam mengelola dana tersebut," ujarnya. Sementara itu, pakar ekonomi lingkungan Emil Salim mengatakan bahwa kebijakan tersebut jelas akan memacu pemerataan pendapatan di daerah luar Jawa. "Pendapatan tidak akan lagi terpusat di Jawa," katanya. Alokasi anggaran infrastruktur dalam APBN 2008 mencapai sekira Rp35 triliun, sementara pada tahun sebelumnya hanya sekira Rp25 triliun. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008