Sanchih (ANTARA News) - Pasukan udara Taiwan memamerkan sebuah pangkalan rudal penting Selasa, membolehkan wartawan ke fasilitas itu untuk pertama kalinya di tengah peringatan oleh Presiden Chen Sui-bian mengenai penambahan rudal Cina. Dalam kunjungan ke pangkalan berkeamanan-tinggi di luar ibukota Taipei itu, pasukan udara berusaha untuk mendemonstrasikan bagaimana unit rudal tersebut akan menanggapi serangan udara dari Cina jika terjadi perang. Beijing telah acapkali memperingatkan serangan seandainya Taiwan menyatakan resmi kemerdekaan. Dalam kunjungan itu, wartawan Taiwan dan asing melihat pusat komando pangkalan tersebut, tempat rudal permukaan-ke-udara Tien Kung dikerahkan. Sejumlah pejabat menunjuk layar elektronik yang dihubungkan dengan sebuah sistim radar canggih yang mampu melacak banyak sasaran hingga 300 Km jauhnya. Wartawan juga diizinkan mengunjungi dua dari sel bawahtanah pangkalan itu, yang masing-masing bersenjatakan dengan empat rudal Tien Kung I dan II dalam peluncur vertikal. Tien Kung I mamiliki jarak tembak 110 Km, dan Tien Kung II dua kali lipatnya. Tapi, jurubicara pasukan udara Letnan Jenderal Liu Chieh-ling mempertahankan instalasi di Taiwan utara itu dari sistim radar pengawasan jarak jauh buatan-AS yang terpisah. "Dengan adanya penambahan senjata terus oleh Cina dan sesuai dengan waktu yang makin pendek Taiwan harus mendeteksi dan menanggapi serangan udara Cina, sistim ini sangat dibutuhkan," katanya. Lagi pula, pemerintah juga telah menyetujui anggaran untuk meng-upgrade tiga rudal anti-rudal Patriot II buatan-AS untuk mempertahankan daerah lebih besar berpenduduk padat Taipei, dan sedang berusaha untuk membeli lagi untuk menjaga seluruh pulau itu. Dalam pidato tahun barunya, Chen yang condong pada kemerdekaan memperingatkan bahwa Cina telah menambah jumlah rudal balistik taktis yang ditujukan ke Taiwan dari 200 pada tahun 2000 menjadi lebih dari 1.300 sekarang. Dalam perjalanannya ke (Cina) daratan Selasa, Laksamana AS Timothy Keating, komandan Armada Pasifik AS, juga menyampaikan keprihatinan mengenai penambahan militer Cina itu, dan mendesak Beijing untuk menjelaskan tujuannya. Taiwan dan Cina terpisah pada 1949 pada akhir perang saudara, meskipun Beijing menganggap pulau yang memerintah-sendiri itu sebagai bagian dari wilayahnya yang sedang menunggu reunifikasi -- dengan kekuatan jika perlu, demikian AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008