Jakarta (ANTARA News) - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS beberapa waktu ini terjadi di luar perkiraaan Bank Indonesia, karena secara fundamental seharusnya rupiah menguat. "Kita sebetulnya ingin rupiah kuat karena secara fundamental seperti balance of payment dan current account itu surplus. Capital account juga masih bagus, pasar modal masih banyak yang beli dari asing, harusnya rupiah cenderung menguat," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi Sarwono, usai pembukaan Festival Ekonomi Syariah di Jakarta, Rabu. Menurut Hartadi, pelemahan rupiah belakangan ini terjadi akibat tingginya permintaan valas oleh Pertamina dan PLN untuk membeli kebutuhan minyak mereka di saat harga minyak dunia sedang tinggi. "Pelemahan rupiah terjadi karena banyaknya permintaan valas dari pertamina dan PLN, BI berusaha memenuhi demand mereka. Tapi karena permintaan di pasar terlalu besar, jadi kita akan coba masuk ke pasar valas," katanya. Upaya BI meningkatkan pasokan valas di pasar itu, lanjut Hartadi, merupakan kebijakan utama BI saat ini untuk menahan rupiah tidak terus melemah. Ditambahkannya, BI akan terus berada di pasar selama kebutuhan valas Pertamina dan PLN masih tinggi sambil berharap harga minyak turun dan tidak ada dampak tambahan dari kerugian perusahaan-perusahaan besar di AS akibat kasus subprime mortgage. Nilai tukar rupiah sejak pertengahan Desember 2007 terus melemah, dan sampai pekan kedua Januari ini sudah menyentuh Rp9.450 per dolar AS. (*)

Copyright © ANTARA 2008