Jakarta (ANTARA News) - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang pada awal berdirinya diharapkan menjadi partai besar dalam kenyataannya ternyata berkecenderungan terus menurun kepopulerannya. Demikian benang merah diskusi bertajuk "PKB: Benarkah Partai Keluarga" di Jakarta, Kamis, yang menghadirkan pembicara pengamat CSIS Indra J Piliang dan mantan anggota Tim Asistensi Pendirian PKB Abdul Kholiq Ahmad. Salah satu penyebab turunnya popularitas PKB antara lain cara pengelolaan partai yang seperti mengelola perusahaan keluarga dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai tokoh sentral. "PKB ini milik bangsa, bukan milik keluarga. Siapa pun boleh aktif di dalam partai, darah biru-kah, darah coklat-kah. Dan perlakuannya juga harus sama semua," kata Kholiq yang kini bergabung di Partai Demokrasi Pembaruan (PDP). Menurut Kholiq, penurunan perolehan suara PKB juga disebabkan semakin berkurangnya keharmonisan partai itu dengan Nahdlatul Ulama (NU) yang notabene merupakan induknya. Ia lantas menuturkan, pada pemilu 1999, ketika hubungan PKB dengan NU masih baik, perolehan suara PKB sebanyak 13,3 juta atau 12 persen dari total suara pemilih. Sementara pada Pemilu 2004 perolehan suaranya turun menjadi 11,9 juta. Selain itu, kata Kholiq, penurunan juga terlihat dari jumlah daerah yang diwakili PKB. Jika pada tahun 1999, PKB punya wakil di 13 propinsi, maka pada tahun 2004 "hanya" ada 10 propinsi. Sementara itu Indra J Piliang menyebut penurunan PKB memang sangat signifikan. Bahkan, dari beberapa survei terbaru, terlihat bawa perolehan suara partai itu semakin mengecil. "Ini angka psikologis bahwa PKB sudah out. Karena dulu PKB diharapkan lebih besar dari NU, tapi itu tidak terjadi," katanya. Dikatakannya, banyak daerah basis NU yang ternyata tidak ada atau sedikit PKB-nya. Kekalahan PKB di pilkada yang diadakan di basis nahdliyin (sebutan bagi warga NU, red) semakin menguatkan hal itu. "Ini menunjukkan lemahnya dukungan (terhadap PKB) oleh nahdliyin sendiri," jelasnya. Pada bagian lain Indra mengatakan, berbagai konflik internal dalam tubuh PKB, menunjukkan kelemahan yang ditunjukkan politikus PKB. Pemecatan para kader yang masih saja terjadi, menurut Indra, menunjukkan lemahnya kaderisasi dan komunikasi internal PKB, apalagi pola "darah biru" masih sangat kental. "Di sistem politik modern itu tidak bisa berlaku lagi. Kalau di Amerika disebut dinasti, karena ada Clinton, Bush. Tapi mereka melalui konvensi yang panjang ke daerah-daerah," katanya. Indra juga menyayangkan posisi Gus Dur yang terlampau dominan di PKB. "Gus Dur terlalu megerdilkan dirinya dengan ikut-ikut dalam masalah internal PKB," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008