Jakarta (ANTARA News ) - Sekitar 100 pemuda yang tergabung dalam Koalisi Pengawas Aparat Pajak Indonesia (Kopapi) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Pusat Dirjen Pajak, Jakarta, Jumat, menuntut penuntasan kasus penggelapan pajak Asia Agri. Dalam aksinya yang diwarnai dengan penyebaran pamflet yang mendukung aparat pajak mengusut tuntas penggelapan pajak bernilai triliunan rupiah itu, para pengunjuk rasa meneriakkan yel-yel agar kasus Asian Agri tersebut segera dibawa ke pengadilan. "Dirjen Pajak harus segera menuntaskan kasus pajak Asian Agri ini, apalagi dia sudah dibantu tim penyidik dari Kejaksaan agung," ujar Muhammad Sahirin, Koordinator Kopapi. Dikemukakannya bahwa Kopapi merasa prihatin atas lambannya pengungkapan kasus penggelapan pajak Asian Agri tersebut, sementara ribuan dokumen keuangan sudah disita aparat pajak. Berlarut-larutnya penyelesaian atas kasus penggelapan pajak kelas kakap itu, katanya, bisa menimbulkan citra buruk pemerintahan Presiden Yudhoyono serta adanya ketidak-pastian hukum bisnis. Oleh karena itu, para pengunjuk rasa yang umumnya dari kalangan mahasiswa itu bertekad untuk mengawasi secara intensif berbagai perkembangan dalam penanganan kasus tersebut. "Jika dalam proses itu aparat terkesan main-main dengan kasus ini, kami akan melaporkan kelakuan aparat pajak kepada KPK dan Presiden SBY," ujarnya. Lebih lanjut Sahirin menyarankan agar aparat pajak segera melimpahkan kasus Asian Agri ke pengadilan sehingga bisa menimbulkan efek jera bagi pengusaha lain yang berniat melakukan tindak kriminal penggelapan pajak. Pada bagian lain Sahirin mengemukakan bahwa aksi unjuk rasa tersebut untuk memberikan dukungan moral kepada Dirjen Pajak dan aparatnya. Sejak pertengahan tahun 2007, aparat pajak berhasil membongkar dugaan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri, anak perusahaan Raja Garuda Mas (RGM) Grup milik konglomerat Sukanto Tanoto. Direktorat Jenderal Pajak melansir bahwa perusahaan itu diduga telah menggelapkan pajak senilai Rp1,34 triliun dan ada kemungkinan angka itu meningkat lagi karena saat ini pihak pajak masih meneliti sekitar 1500 dokumen yang disita.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008