Pontianak (ANTARA News) - Aktivis Lingkungan Hidup meminta masyarakat agar mengurangi aktivitas yang bisa menyebabkan keseimbangan alam atau lingkungan hidup menjadi rusak. "Banyak kita temukan aktivitas sehari-hari masyarakat di dunia ini yang bisa berdampak pada pengrusakan lingkungan hidup tanpa ia sadari, misalnya membakar sampah rumah tangga, mengkonsumsi ikan secara berlebihan tanpa memperhatikan kelangsungan hidup dari ikan itu," kata aktivis lingkungan Yanti Mirdayanti di Pontianak, Sabtu. Ia menjelaskan, niat awal dari masyarakat membakar sampah adalah agar tidak mencemari lingkungan, tetapi tidak disadari itu justru membuat satu pencemaran lagi karena menghasilkan Carbon Dioksida (CO2) yang merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global. Yanti menambahkan, selain hal kecil tersebut, yang paling besar menyumbang CO2 yaitu, asap pabrik, kendaraan, kebakaran hutan, dan lain-lain yang sifatnya banyak menghasilkan CO2. "Untuk menyedot CO2 dibutuhkan hutan, tetapi akibat maraknya eksploitasi hutan, keberadaan hutan yang sebagian besar di negara tropis, di antaranya Indonesia, kehilangan perannya, akibatnya berjuta-juta ton CO2 yang dihasilkan tidak dapat disedot oleh pohon sehingga mengumpul di lapisan ozon," ujarnya. Akibatnya terhalang oleh CO2, pantulan sinar matahari dari bumi tidak bisa menembus lapisan ozon yang semakin hari semakin tebal karena ulah manusia itu sendiri. Memantulnya sinar matahari dari lapisan tersebut membuat bumi semakin panas, sehingga es di Kutub Utara semakin terancam mencair. Mencairnya es di kutub utara telah menyebabkan air laut menjadi naik, sehingga 50 tahun akan datang diperkirakan dataran-dataran rendah, seperti Indonesia, Thailand, pada umumnya negara berkembang yang memiliki banyak pulau-pulau kecilnya akan tenggelam. Dampak lain yaitu, perubahan iklim semakin sulit untuk diprediksi, biasanya musim penghujan, tiba-tiba musim kemarau sehingga menyebabkan kekeringan dimana-mana. Kalau sudah demikian bukan tidak mungkin para petani yang ada akan mengalami gagal panen. "Kita melihat perubahan iklim adalah persoalan serius yang akan dihadapi oleh negara kita yang memerlukan penanggulangan secepat mungkin," kata Yanti Mirdayanti saat menyampaikan materi dalam Diskusi Jurnalisme Lingkungan `Perbandingan Indonesia, Peru, Amerika Serikat, dan Eropa, yang juga Freelencer Harian Borneo Tribune Kalimantan Barat, di Bonn, Jerman. Ia mengatakan, Indonesia telah dicap sebagai negara dengan nomor urut ketiga kerusakan hutan tertinggi di dunia. Selain itu, Indonesia juga sebagai penyumbang emisi CO2 dari kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun dan konversi lahan gambut terbesar nomor tiga setelah negara maju yaitu, Amerika dan Hongkong. Menurut catatan WALHI, Indonesia kehilangan hutan per tahun di atas dua juta hektar, tahun 2006 yang lalu Indonesia kehilangan hutan sekitar 2,7 juta hektar dari luas hutan tropis sekitar 120,35 juta hektar.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008